"TERTANAM"

59 5 0
                                    

Jimin berjalan meninggalkan Jungkook yang berteriak putus asa memanggilnya.

"Hyung, jangan pergi. Jimin Hyung, kumohon." Dengan badan gemetar dia berjalan menghampiri Jimin yang sedang berdiri menghadap ke sudut ruangan.

Jungkook menarik baju Jimin untuk kembali duduk, tapi Jimin masih bergeming dan mengacuhkannya. Jungkook yang tidak punya banyak tenaga itu akhirnya luruh sambil tetap memegang baju Jimin. Ia masih sibuk memanggil Jimin dengan kekuatan yang tersisa.

"Lepaskan bajuku dan kembali duduk disana, Jungkook-ah." Ucap Jimin dingin.

"Hyung. . . Hyung, sudah. Ayo pergi, jangan disini." Mohon Jungkook dengan terbata, tapi Jimin tidak mau mendengarnya.

"Lebih baik kamu keluar dari kamar dan temui ibumu."

"Hyung . . . " Perlahan Jungkook melepaskan baju Jimin dan jatuh terduduk kemudian memeluk kaki Jimin yang masih setia berdiri.

Badan Jungkook semakin gemetar, tubuhnya semakin panas. Ia terus memanggil Jimin yang entah mengapa tetap saja berdiri tanpa melihat ke arah Jungkook sekalipun. Sampai pada titik Jungkook sudah kehilangan kekuatan untuk sekedar memanggil Jimin. Ia hanya bisa merintih menahan nyeri di kepala yang terasa seperti sedang ditimpa batu sebesar dirinya.

Hal ini terjadi hingga beberapa menit. Tubuh Jungkook semakin lemah. Lalu benda cair berwarna merah mulai mengalir dari hidung mancungnya dan mengotori celana yang sedang ia kenakan. Jungkook tak bisa berbuat apa-apa, ia hanya mengusapnya asal sehingga punggung tangannya pun tak luput dari noda. Ia masih menunduk pasrah.

Jimin yang tadinya berdiri kokoh tiba-tiba limbung dan menyebabkan kaki kirinya mundur selangkah. Nafasnya tersengal sambil memegang dadanya dan terbatuk ringan.

"Jungkook-ah, berdiri dan pergilah dari sini." Ucapnya pelan, tapi Jungkook tetap diam dengan memeluk kaki kanan Jimin. "Jungkook, sadarlah. Kumpulkan tenagamu yang tersisa dan pergi dari sini. Jungkook, kumohon." Tapi Jungkook sudah benar-benar tidak mampu.

Jimin dengan ukuran tubuh lebih kecil dari Jungkook, berusaha membantunya berdiri dengan susah payah dan berencana keluar dari kamar. Tapi rencana itu sepertinya tidak berjalan sempurna. Baru beberapa langkah mereka harus berhenti karena kini tubuh Jimin yang mengalami gangguan. Ia tiba-tiba jatuh berlutut dan menyebabkan Jungkook tersungkur. 

Jimin berteriak memanggil Jihyo untuk mendapatkan bantuan. Setelah beberapa kali teriakan, akhirnya Jihyo sampai di kamar putranya. Betapa terkejutnya ia mendapati kedua anak itu tidak dalam keadaan baik-baik saja. Jihyo bergerak panik, bingung siapa yang akan dia bantu. Ia hanya berlutut memegang pipi dua remaja itu bergantian dengan tangan gemetar.

"Tolong bantu saya membawa Jungkook keluar dari kamar ini, tante."

Dengan anggukan cepat, Jihyo meraih tangan putranya dan mengalungkan pada leher dengan Jimin di tangan lainnya. Mereka berjalan tertatih menahan tubuh Jungkook menuju ruang keluarga. Sesampainya disana, Jihyo langsung mengambil baskom berisi air dingin dan handuk bersih.

Dengan tangan yang masih gemetar, Jihyo membersihkan wajah putranya. Selesai dengan itu, dia memindai seluruh tubuh putranya dan membersihkan punggung tangan yang sudah berlumuran darah yang telah mengering. Sementara Jimin sedang duduk menengadah sambil mengatur nafasnya.

Jihyo yang melihat hal itu segera berlari ke dapur mengambil segelas air untuk Jimin.

"Jiminie, apa yang baru saja terjadi? Hm?"

Jimin menarik nafas panjang sambil memejamkan mata kemudian beralih menatap Jihyo.

"Tante tahu tentang sesuatu di kamar Jungkook?" Tanya Jimin dan Jihye mengangguk ragu lalu beralih menatap putranya.

JUST LET ME BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang