Aku ingat, kita bertemu di sore itu. Kamu memilih menyapaku lebih dulu, sementara aku hanya diam, membatu. Itu bukan karena aku sombong atau angkuh, tapi karena aku tidak mengenal siapa kamu. Kita hanya pernah bertemu sekilas tanpa salam dan kata. Jadi tidak salah kan jika aku hanya diam saja?
Takdir membawa kita bertemu lagi. Tidak hanya satu atau dua kali bahkan hampir berkali-kali. Banyak hal yang belum kuketahui darimu, kini pelan-pelan kutahu. Pertemuaan pertama yang semula menjengkelkan kini terasa menyenangkan. Kukira tidak ada yang perlu disesali atas pertemuan kita. Aku suka mengenalmu, aku suka berada di dekatmu.
Setelah beberapa kali bertemu muka, aku merasa ada yang berbeda. Degup jantungku makin berirama. Mataku tak henti menatap dua bola matamu, juga senyumku rekah karena candamu. Entah mengapa setiap hari aku selalu menanti datangnya sore. Sore menjadi waktu yang kutunggu karena ia membawamu padaku. Kamu biasanya datang bersama sepeda biru andalanmu. Aku akan tersenyum malu melihat sepedamu terparkir di halaman. Apalagi melihat senyum di wajahmu, aku bisa gila.Namun, itu semua hanya menjadi cerita sekarang. Tak akan ada lagi sosokmu dalam perjalanan hidupku. Kamu tidak akan lagi menyeka air mataku dan tak akan lagi mengiringi tawaku. Kisah kita mungkin belum direstui semesta. Aku pun tidak dapat meminta takdir untuk membujukmu kembali. Hal yang bisa kulakukan adalah berharap, berharap agar aku bisa melihat wajahmu lagi. Aku hanya perlu bersabar, menunggu keajaiban datang. Nanti ia yang akan membawamu pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Waktu
Teen FictionSebuah ungkapan perasaan yang kutulis dan kuabadikan dalam sebuah tulisan. Kuharap tulisan ini mampu mewakili rasa hatiku dan rasa hati kalian ya🙂 Ikuti aku di instagram @tenina8 dan @pojok.diksi Mit liebe Teni