Tamu Undangan

13 7 1
                                    

Udara malam ini begitu segar, tak berniat membuatku kedinginan di perjalanan. Bintang-bintang begitu kompak membuat parade kerlipan di atas sana. Juga dengan lampu jalan yang setia menerangi perjalanan malam. Andai malam ini aku masih bersamamu, malam ini akan semakin sempurna.

Tidak terasa, aku sampai pada tujuanku. Kulangkahkan kaki menuju dalam gedung. Terlihat papan-papan ucapan selamat berbaris rapi di sisi kanan, juga dengan ornamen-ornamen khas pernikahan. Sungguh mempesona. Aku akan sangat bahagia berada di sini jika ini bukan pernikahanmu.

Malam ini kita kembali bertemu, membuat aku dan kamu kembali saling sapa, namun pada akhirnya tetap sama. Tak lagi ada kata kita yang menjelma dalam suasana. Hanya bising-bising yang mampu memekakkan telinga. Dengan sunyi yang menyelimuti hati antara kita.

Saat di dekatmu, aku mencoba membuka suara untuk mengucapkan selamat. Tapi, usahaku tak berhasil. Rasanya lidahku kelu. Perlahan, justru air mataku yang berbicara mewakili rasa. Kamu masih terus memandangiku lekat-lekat seperi dahulu. Napasku terasa sesak tatkala kamu lingkarkan tanganmu di tubuhku. Aku tak bisa menahan untuk tidak membalas pelukanmu. Pelukanmu masih sama seperti dulu, hangat dan menenangkan. Tapi, apa artinya sebuah pelukan jika sejatinya kau justru berniat meninggalkan. Sudah jelas pernikahan ini sebagai bentuk dari ketidakselarasan antara apa yang kau ucap dengan apa yang kau lakukan.

Perjalanan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang