17 | CYSWIS

549 101 12
                                    

// Tidak ada, kata-kata mereka yang mengatasnamakan perbedaan untuk membunuh perlahan"

.

.

.

__________________

****

Langit memang cerah membiru diatas, tapi disini, di tempat ini sekarang tidak ada canda tawa lagi, atau hanya gurauan kecil lagi. Yang tersisah hanyalah perasaan gelisah, dan kekalutan yang membalut luka.

Luka yang diterima tak seberapa, tapi menghilangkan perasaan bersalah yang tidak akan pernah bisa.

Jimin menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, menahan segala amarah yang tak bisa dia bendung lagi. Nafasnya memburu, tidak tahu dia habis berlari dari apa.

Wajahnya yang babak belur sampai berubah warna dia hiraukan, fikirannya kacau, dengan tangan tak bisa berhenti bergetar. Berulang kali dia berusaha menghentikan getaran itu, tapi semakin dia berusaha, semakin dia mengingat kejadian kemarin yang hampir bisa menghabisi nyawanya kapan saja.

Dibalik kaca mobil itu, Jimin melihat burung terbang bebas di atas langit, sesekali hinggap di pohon atau perumahan, tanpa seorangpun yang bisa mencegah bahkan melarangnya. Burung-burung itu bebas, membuatnya iri.

"Jim, kau mendengar ku tidak?" Suara Jisoo mulai terdengar, Jimin mengalihkan perhatiannya.

"Apa?"

"Lukamu, apa kita perlu ke rumah sakit?" tanya Jisoo sekali lagi, sudah terhitung dua kali dia menanyakan pertanyaan yang sama. "Tidak usah..." dan dua kali juga Jimin menjawab dengan jawaban yang sama.

Jisoo yang duduk di kursi penumpang depan menghelah nafas panjang, kekacauan yang tengah mereka alami ini, adalah salahnya. Semua luka dan tekanan yang mereka dapatkan selama berada disini, juga adalah salahnya.

Sudah tidak terhitung lagi Jisoo menyalahkan dirinya sendiri, dia untuk pertama kalinya menyesal telah memilih jalan ini.

Mobil mereka melaju pelan di sepanjang jalan menuju pasar traditional Punjab, Taehyung mengendarainya dengan hati-hati, walau kondisinya belum pulih seutuhnya, dia tetap memaksa untuk mengambil alih.

Jisoo awalnya menolak, dengan alasan dia saja tidak bisa tidur, menjaga Taehyung yang meracau hebat dalam keadaan tidak sadarkan diri, walaupun paginya laki-laki itu seperti telah pulih kembali.

Tapi taehyung tetap bersikukuh, Taehyung yang keras kepala, sama seperti dirinya.

"Maafkan aku..."

"Seulgi, hentikan. Sudah berapa kali kau meminta maaf pada kami. Ini semua bukan seluruhnya salah mu, kau tahu itu" Jisoo menggeleng pelan. Dilihatnya Seulgi yang duduk dikursi penumpang belakang hanya bisa merundukan kepala, menahan tangis agar tak mendesak keluar.

Amit yang duduk diantara Jimin dan Seulgi juga hanya bisa terdiam, senyuman dan tawanya lenyap, dirampas hanya dalam satu malam. Pria kecil itu terlalu sibuk memikirkan bagaimana keadaan kakak perempuannya sekarang.

Apakah baik-baik saja? apakah sedang menangis.

Bertahanlah sebentar lagi, Amit sedang berusaha membawanya kembali pulang.

"Aku harusnya memberitahu kalian dari awal, pada kedua orang tua Amit juga" Seulgi masih melanjutkan ucapan, walaupun Jisoo sudah memintanya untuk berhenti.

Jimin yang duduk disampingnya, juga tak bisa berkomentar banyak. Laki-laki bersurai pirang itu juga sedang kacau-kacaunya, dipukuli hingga babak belur, dihempaskan beberapa kali, sampai dia bahkan dibuat tak bisa bernafas beberapa detik.

Can You Saw What I See ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang