13. Ikhlas

17 4 0
                                    

Hari-hari ku jalani dengan penuh kesedihan. Entah berapa lama aku akan seperti ini. Semenjak itupun aku sudah berhenti berkomunkasi dengan Ali. Kami seperti orang asing saat bertemu di sekolah.

Bahkan Gwen, Beril, dan Dyra sangat menyayangkan hubunganku dan Ali putus begitu saja. Sampai sekarang aku masih tak mengerti sebenarnya ada apa dengan Ali yang tiba-tiba berubah begitu saja. Aku sudah terlanjur nyaman dengannya, tapi kenapa dia menjadi seperti itu. Rencana Tuhan memang ga pernah gagal ngebuat kita kaget.

"udah gapapa ya nan kan kamu masi punya kita" Ucap Gwen kepadaku.

"kita tetep ada disini buat kamu kok nan, jadi jangan sedih-sedih yaaa" tambah Beril.

Sakit. Itu yang sedang aku rasakan. Aku mencoba semua kesibukan dan berbagai kegiatan agar bisa melupakan kesedihanku, tapi percuma. aku masih tetap teringat dengan Ali.

Maaf Ali, kali ini aku kalah. Aku ga bisa nglupain kamu gitu aja.

Hari-hari di sekolah pun terasa berat, aku tak bisa berhenti melamun saat pelajaran sedang berlangsung, sampai berkali-kali diperingati oleh guru. Ali, kamu berhasil bikin aku berantakan kaya gini.

.

.

.

.

.

.

Dirumah pun tetap sama saja, aku tak bisa berhenti memikirkan Ali, terkadang aku menangis jika teringat olehnya. Aku pun tak tahu harus berapa lama melewati fase seperti ini. Kadang aku berfikir, apakah Ali juga merasakan hal yang sama denganku saat ini?.

"kamu kok sekarang kalo pulang nunggunya sendiri, biasanya sama temen cowo kamu itu kan?" tanya mamah yang tiba-tiba membahas Ali.

Aku kaget, sungguh kaget. Jadi selama ini mamah tau.

"ya gapapa, dia sekarang kalo dijemput udah tepat waktu terus jadi gabisa duduk-duduk lagi sama kinan mah" ucapku berbohong.

"ohh gitu ya"

Ali, aku sedih. Aku terpaksa bohong. Aku belom mau menceritakan semuanya kepada mamah. Maaf mah, maaf Ali.

Aku tak tahan menahannya, tangisku pecah begitu saja lalu aku bergegas ke kamar.



Aku SMP dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang