BAGIAN 12 - TAMBAH SATU

8K 872 50
                                    

Sorot mata Ayana memindai pada sosok kucing berwarna putih dengan bulu khas lembutnya yang sedikit rumpang tengah tertidur meringkuk lemas di salah satu keranjang kucing yang ada di ruangan praktek dokter hewan langganannya. Sorot mata Ayana beralih menatap sendu ke arah suaminya yang berdiri tepat di sampingnya. Kondisi kucing badak, masih belum pulih sepenuhnya. Sedari tadi ia hanya tertidur meringkuk. Sesekali terbangun, dan mencakar apapun yang ada di sekitarnya.

"Gimana Dok?" tanya Ayana dengan gurat wajah khawatir menatap kucing Badak, usai Dokter itu memeriksa kondisi keadaan kucingnya.

Dokter itu mengisyaratkan Ayana dan Jefri untuk duduk. Sembari ia mengeluarkan secarik kertas yang ada di hadapannya, "Kucing kamu sementara biarkan nginep disini. Takutnya dia masih ada trauma karena bulunya dicukur sembarangan. Mencukur bulu kucing sembarangan itu juga bisa menggangu psikis hewan. Nggak bisa dilakukan sembarangan," paparnya menjelaskan ke Ayana mengenai kondisi kucingnya.

"Biasanya kalau bulu kucing dianjurkan dicukur itu ada faktornya, seperti terkena jamur ringworm. Jamur yang bisa menekan sistem imun tubuh kucing. Jadinya harus diobati, lebih mudahnya bulunya dicukur biar pengobatan pada tubuh kucing lebih maksimal. Tapi ini kan kasusnya beda. Kucing ini dalam segi perkembangan kesehatannya bagus semua. Tapi bulunya tercukur tanpa adanya faktor apapun. Jadi kucingnya agak terganggu juga dengan hilangnya beberapa bulu di tubuhnya," lanjutnya lagi yang dibalas Jefri dengan anggukan mengerti. Sedangkan raut wajah Ayana tak henti-hentinya menyemburkan guratan khawatir.

Ayana menghela napas panjang. Matanya tak lepas memandang kucingnya yang masih tertidur, "Kucing saya emang pendiam dari dulu. Waktu disteril galak 2-5 bulan. Tapi balik jadi pendiam lagi. Agak sedikit baperan deh kayaknya Dok. Tapi kadang-kadang cuek-cuek manja. Terus sekarang bulunya dicukur anak saya. Makin frustasi dia," jawabnya seraya tangannya menggenggam jari jemari Jefri yang bertengger di paha suaminya.

"Nggak papa. Taruh disini dulu 5-7 hari untuk pemulihan. Saya nggak keberatan dititipin," sahut dokter itu.

"Jadwal praktek cuma sampai jam 2 siang, Yon?" tanya Jefri menimpali.

Dokter itu mengangguk. Bibirnya menyunggingkan senyum merekah pada Jefri, bak seseorang yang sedang keruntuhan sebuah kabar baik, "Iya. Habis ini lanjut ke rumah sakit,"

Jefri mengerutkan dahinya. Biasanya jika ia ada keperluan ke rumah sakit pasti mengenai pekerjaan yang membuatnya memutar otak sampai ia kewalahan sendiri dengan kerjaannya. Kenapa temannya malah menampilkan senyum merekah? Apa secinta itu dengan pekerjaannya?

"Ada keperluan?" tanya Jefri.

Dokter itu hanya menggeleng pelan. Bibirnya lagi-lagi masih menampakkan garis simetris panjang yang menyeimbangkan sudut bibirnya yang tertarik, "Nganter istri Jef," balasnya seraya terkekeh kecil.

"Kenapa?"

"Hamil muda. Bawaannya nggak enak badan terus. Khawatir. Jadi rutin nganterin check up aja," jawabnya pada Jefri membagikan secercah kebahagiaannya itu. Bahwa istrinya tengah hamil muda.

Jefri ikut mengulas senyum simpulnya. Genggaman tangan Ayana di pahanya semakin ia jerat. Perlahan tangannya mengelus jari jemari istrinya itu dengan lembut. Ada rasa ingin juga seperti teman dokternya. Memiliki buah hati lagi selain anak kembarnya untuk melengkapi ikatan pernikahannya. Namun, lagi-lagi ia juga tak bisa egois memutuskan segalanya. Ada Ayana yang belum siap untuk mengandung buah hati lagi. Mungkin karena Aidan dan Aviola yang masih terlalu dini yang membuat Ayana masih ingin menunda program kehamilannya.

"Selamat ya? Berapa bulan?" tanyanya pada dokter itu.

Dokter yang ada di hadapannya itu hanya terkekeh lagi saat bibir Jefri melontarkan ucapan selamat padanya, "Baru 3 bulan, Jef! Kalian kapan nyusul? Nambah lah biar rumah makin rame," jawabnya.

Macarolove (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang