Jepang terkenal dengan dua julukan. Julukan pertama adalah negeri matahari terbit. Julukan itu sudah melekat lama di negeri tersebut jauh sebelum masehi. Asal muasal julukan itu diberikan oleh kekaisaran China karena letak Jepang yang berada di sisi timur China, sehingga matahari terbit terlihat lebih dulu dari sisi Jepang. Karena diberikan nama matahari terbit itu warga Jepang pun menamakan negeri mereka dengan nama ‘nihon'
Julukan kedua adalah negeri sakura. Julukan ini absolut dan hanya dimiliki oleh Jepang. Karena hanya di Jepang kalian dapat melihat bunga sakura berguguran di musim semi. Banyak wisatawan yang mengeluk-elukkan betapa bagusnya bunga sakura saat sedang mekar maupun berguguran. Ditambah dengan gunung fuji dibelakangnya sukses memanjakan mata para wisatawan dan menuai pujian dari berbagai khalayak.
Tapi bagi Kita Shinsuke itu bukanlah apa-apa. Jika kalian melangkahkan kaki lebih ke ujung dari hiruk pikuk kota Tokyo maka kalian akan menemukan desa Higashinaruse, di prefektuk Akita. Desa dimana seorang Kita Shinsuke lahir dan tumbuh besar.
Kita Shinsuke. Remaja tangguh usia delapan belas tahun. Bersurai keperakan yang ditutup dengan sedikit surai hitam dibawahnya. Tidak begitu tinggi tetapi tidak pendek. Berbadan ideal yang lebih condong ke kurus. Pendiam tetapi cukup frontal. Remaja desa biasa dengan kehidupan monoton kecuali tentang dirinya yang mempercayai mitos
Kita rasa desa Higashinaruse, desa tempat tinggalnya adalah desa paling cantik yang pernah ia kenal. Desa ini dinobatkan sebagai salah satu desa terindah di Jepang dan tentu saja Kita setuju besar atas kebijakan pemerintah Jepang tersebut. Bukan hanya omong kosong belaka jika desa ini adalah desa yang cantik. Desa Higashinaruse mempunyai hutan indah yang didalamnya terdapat pohon khas Jepang yang sudah berumur 200 tahun lebih. Lalu jalan sedikit lagi kalian akan menemukan air terjun tinggi yang terkadang memantulkan bias cahaya matahari sehingga memunculkan pelangi yang cantik. Dan bagian favorit Kita dalam desa ini adalah langitnya. Langit jernih yang dapat memotret bintang dengan jelas. Seolah olah Kita terasa sangat dekat dengan bintang dan dapat menggapainya
Sungguh, Kita tidak perlu untuk merantau ke Tokyo atau ke negara adidaya. Ia cukup dengan tempat tinggalnya sekarang, dirumah tradisional bersama nenek yang menemani.
“Nek, setidaknya bawalah selimut saat bersantai di teras”
Kita mendapati neneknya yang sedang bersantai di teras rumah ditemani oleh secangkir teh hangat. Kebiasaan neneknya sebelum tidur. Bersantai di teras rumah sambil mengadah untuk melihat langit.
“Ah, maaf Shin-chan nenek merepotkanmu”
Kita menyampirkan selimut di badan neneknya yang kecil dan sedikit bungkuk. Ia khawatir dengan kondisi neneknya yang sudah tidak muda lagi. Walaupun neneknya masih bisa berjalan dan melakukan aktivitas sehari-hari tapi tidak menutupi jika neneknya terkadang nyeri sendi atau masuk angin karena terkena angin malam. Penyakit rentan menyerang jika sudah berumur tua. Ingin rasanya Kita berkata pada neneknya jika ini bukanlah apa-apa. Justru seharusnya Kita lah yang berbicara seperti itu mengingat neneknya ini sudah mengurus dirinya selama tujuh tahun pasca kematian kedua orang tuanya
“Ini bukan apa-apa. Mari nenek kutemani"
Kita memposisikan dirinya disebelah neneknya. Disaat saat seperti inilah waktu kesukaan Kita. Duduk berdua dengan neneknya sambil menatap langit desa Higashinaruse yang cantik. Ia merasa tenang dan nyaman.
“Shin-chan, orang dahulu berkata jika para bintang itu adalah kumpulan jiwa manusia"
Kita mendengarkan. Mendengarkan legenda atau mitos apa yang akan diceritakan oleh neneknya kali ini. Kegiatan yang sama selama tujuh tahun. Tetapi Kita tidak pernah bosan. Ia menikmati apa yang selalu neneknya ceritakan
“Tetapi tidak semua orang menjelma menjadi bintang Shin-chan. Hanya orang baik terpilih saja yang dapat berubah menjadi bintang cantik yang kita lihat sekarang"
“Apakah nenek akan menjadi bintang nantinya?”
“Entahlah. Apakah barusan saja Shin-chan secara tidak langsung memuji jika nenek adalah orang yang baik?"
“Iya. Nenek adalah orang terbaik yang pernah aku kenal"
Nenek Kita tersenyum. Cucunya sangat jujur tentang perasaannya. Ia akan mengungkapkan yang ia rasakan dan apa yang ia pikirkan. Pribadi yang jujur terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri. Memmikirkannya membuat nenek Kita merasa bangga.
“Hahaha, kau sangat menggemaskan Shin-chan. Tapi nenek tidak punya kendali atas itu, nenek hanya bisa berdoa pada Kami-sama jika nenek menjadi bintang nanti, nenek ingin menjadi bintang yang bersinar terang”
“Apakah Shin-chan boleh berdoa juga pada Kami-sama untuk menjadi bintang bersinar nanti? Walaupun aku tidak tahu apakah aku cukup baik atau tidak"
Kita mengatakan kalimat terakhirnya dengan lesu. Merasa kurang percaya diri dengan kebaikan diri yang ia punya. Karena sesungguhnya Kita adalah pemuda yang tidak mempunyai banyak teman karena sikapnya yang pendiam. Tidak pandai dalam bersosialisasi dan juga cukup apatis bagi apa yang ia anggap tidak penting. Oleh karena itu Kita merasa ia jarang menolong orang atau membuat orang bahagia. Nenek Kita yang melihat itu menjulurkan tangannya untuk mengusap wajah Kita
“Yang menentukan seberapa besarnya baik seseorang hanya Kami-sama yang berhak. Tetapi dalam menjatkan permohonan siapapun bisa melakukannya Shin-chan"
Kita tersenyum mendengar jawaban neneknya. Neneknya selalu dapat menenangkan hatinya dan juga menyemangatinya lagi. Dan di malam itu Kami-sama mendapatkan permohonan dari seorang pemuda untuk menjadikannya bintang yang dapat bersinar paling terang
_________________________________
Semoga yatuhan semoga fanfic ini sanggup saku tamatin *pray
KAMU SEDANG MEMBACA
constellations : you
FanfictionKita Shinsuke. Remaja tangguh usia delapan belas tahun. Bersurai keperakan yang ditutup dengan sedikit surai hitam dibawahnya. Tidak begitu tinggi tetapi tidak pendek. Berbadan ideal yang lebih condong ke kurus. Pendiam tetapi cukup frontal. Remaja...