IV

1.1K 115 15
                                    

Setelahnya...

Kedua manik itu menatap tak minat pada tiga lelaki di bawah sana. Tidak, hanya satu, lelaki dengan pengeras suara di tangannya. Suaranya yang lantang menggema di seluruh sudut ruang di sana. Kakinya melangkah pergi kala sempat terhenti sesaat. Urusannya jauh lebih penting ketimbang ocehan bocah di bawah sana.

Side.story.between.TG.and.TGG

Atensinya beralih pada pintu seng yang terbuka, membawa masuk seseorang yang sudah sangat ia nantikan.

"Ku kira kau tidak akan kemari, Wave."

"Hm..." diletakkannya benda persegi dengan hiasan stiker-stiker itu.

"Benarkah? Kau merubah penampilanmu?" senyum beserta lesung pipi itu muncul kala melihat kembali penampilan Wave yang cukup mencolok.

"Kau banyak bicara. Kita tidak banyak waktu, Pang sialan."

"Oh, dan setidaknya ada hal yang masih tidak berubah darimu." ujar Pang selagi melepaskan ranselnya.

Pang melangkah maju tanpa aba, menghimpit pemuda berkaca mata di hadapannya hingga bersandar pada dinding. Dikecupnya Wave dengan sangat lembut, merasakan kembali kelembutan juga tekstur kenyal bibir ranum Wave yang sudah hampir setengah tahun ia rindukan. Kali ini tanpa penolakan, keduanya saling memagut satu sama lain dengan tempo pelan namun pasti. Menikmati rasa menggelitik pada perut, juga rasa haus yang mulai menyapa kerongkongan.

Pang mulai mengalihkan alunan bercumbunya untuk menjamah area rahang serta leher putih selembut kapas. Pertanyaan itu kembali terputar di otaknya. Bagaimana bisa seorang lelaki dengan keras hatinya dan ucapan bak pisau yang sudah diasah dapat memiliki kulit selembut kapas dan jauh lebih putih dibanding dirinya? Hanya satu, Wave.

Diciuminya leher itu, selagi mengendus aroma yang benar-benar ia rindukan. Lidah nakalnya mulai menari membuat jalur kelok basah di sekitar leher itu hingga menimbulkan lenguhan kecil dari korban kungkungannya.

"Sialan! Cepat selesaikan!" gerutu Wave yang mengundang kekehan Pang. Bagaimana tidak? Suara parau itu kembali menyapa gendang telinganya, perpaduan antara ketidaksabaran, memohon, dan nafsu. Ah, benar-benar menggoda sekali teman sangat spesialnya ini.

Segera setelah mendengar gerutunya, Pang membawa Wave dalam gendongan singkatnya lalu menidurkan Wave tepat di bawahnya. 

"Teriak saja. Tidak akan ada yang mendengarmu di sini. Tentu saja kecuali aku yang justru menikmatinya." ingin sekali Wave mengutuk Pang sedetik setelah mendengar dialog menyebalkan Pang, jika saja bibirnya tidak disumpal kembali dengan cumbuan Pang. Tangan keduanya mulai bergerak melepas kancing seragam. Tangan Wave terhenti ketika akan membuka kancing seragam Pang yang ketiga, ketika Pang kembali merambah leher serta bahu yang kini mulai dipenuhi ruam.

"Ahk–" lenguh Wave tertahan dan diganti dengan desisan kala gejolak dalam perutnya kembali menemani cumbuan mereka. Pikiran Pang kacau mendengar Wave yang belum meneriakkan satu kata pun, dengan segera ia membuka sabuk celana dan resleting serta melepas semua kain yang membalut selatan Wave.

Setelahnya dengan gerakan gesit, Pang melepas sabuk serta membuka resleting celananya. Hormon sialannya sudah menggebu untuk segera menggagahi Wave. Namun, telinganya menangkap samar-samar suara seseorang.

"Siapa yang sedang berorasi?" ujar Pang selagi mempersiapkan puncak pesta temu-kangen mereka.

"Benarkah? Kau bertanya disaat seperti ini?" Wave menatap heran Pang yang terlihat lebih penasaran dengan suara seseorang itu.

a Part of Chinamon Tea 🔞✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang