12. Mungkinkah?^

121 6 0
                                    

"Jadi kamu udah kenal sama Kak Dito?" tanya Vania dalam perjalanan pulangnya ke rumah. Vania tidak menyangka Dito mau mengeluarkan uang demi aksesoris gantungan kunci untuk Karina yang harganya sedikit mahal. Karina pun juga sedikit terkejut, saat seorang karyawan toko mengambil aksesoris yang tidak jadi dibelinya itu. Karyawan perempuan itu membawa aksesoris itu pada meja kasir untuk turut di masukkan pada barang belanjaan Karina. Harganya memang relatif mahal untuknya. Ia tidak mau membebani keuangan kakaknya hanya untuk barang tersier yang ia inginkan.

"Iya belum terlalu sih, Kak ... dia itu kakaknya temen aku. Namanya Tissa. Tadi juga gak nyangka sih bakalan ketemu. Dan orangnya nyapa aku gitu," terang Karina kepada Vania.

Menyapanya??? Really??

Padahal yang Vania tau Dito tidak pernah menyapa lebih dulu kepada siapapun. Dia terlalu dingin untuk melakukan hal sekecil itu.
Dan ini kepada Karina??

"Ohh ..." ujar Vania pelan.

Ada perasaan aneh kala mendapati Karina yang memperoleh perhatian Dito. Bahkan mengetahui dari penjaga kasir tadi bahwa Dito juga sudah membayar gantungan Karina pun membuatnya berspekulasi macam-macam.

Tidak!!
Vania harus tenang. Dia harus mendinginkan kepalanya dulu sebelum berspekulasi. Mungkin saja Dito membayar itu bukan karena maksud tertentu. Apalagi sampai menyukai Karina. Tidak mungkin kan??

"Oh iya Kak, Kakak kenal nggak sama yang namanya Kak Axel? Tmannya Kak Rama sama Kak Dimas."

Vania yang sibuk dengan pikirannya sendiri tampak mengalihkan pandangannya kepada adiknya itu.

"Axel yang kelas 11 itu?"

"Iya. Temen Kakak ya?"

"Iya. Kenapa?? Kamu digangguin sama dia?" tanyanya sembari fokus memperhatikan Karina.

Karina menceritakan semuanya yang telah terjadi, mulai saat hari dimana ia ikut menjemput Vania sejak malam itu, sampai yang terjadi hingga hari ini. Namun ketika ia berbicara tentang kejadian di UKS Karina tidak menceritakan semua detailnya, hanya intinya saja. Ia masih malu mengingat hal itu.

"Dia emang gitu, Dek ... perubahan sikapnya itu mulai terjadi saat smp kelas 8. Saat itu bertepatan dengan orangtuanya yang sering bertengkar hebat. Dan tidak lama dari hari itu, mamanya dia, Tante Naya meninggal bunuh diri," terang Vania lirih, mengingat bagaimana nasib temanya itu.

"Terus ditambah lagi dengan pergaulan anak jaman sekarang. Kamu tau lah ..." ujarnya menambahkan. "Papa kenal sama ayahnya Axel, Om Martin. Mereka tu teman satu fakultas, dulu banget sih,"

Vania menghentikan sejenak percakapannya karena Karina masih tampak mencerna pernyataannya barusan. "Kebetulan juga keluarganya Om Martin itu kenal baik sama Papa. Bahkan mereka sering mengajak Kakak dan Kak Bayu liburan bareng waktu kecil. Sama Axel juga." Ceritanya sembari mengingat-ingat masa kecilnya dulu.

"Pantas Kak Bayu kelihatan akrab banget sama dia."

"Itu karena kami lumayan deket dulu. Dulu dia orangnya gak dingin kayak sekarang, apalagi nakal. Seperti yang kamu liat sekarang,"

"Sedih ya dengernya ... memang sih, broken home itu korbannya selalu ada pada anak,"

Vania manggut-manggut mendengar perkataan Karina. Ia bisa saja terperosok terlalu jauh seperti Axel jika ibunya terlambat sedikit saja. "Yaa ... bisa dibilang seperti itu,"

"Padahal, Tante Naya itu orangnya baik banget ... gak nyangka aja sih, akhir hidupnya bakalan tragis kayak gitu." Vania sampai meringis membayangkan akhir hidup Tante Naya yang sangat tidak ia duga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Garis PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang