sembilan

484 57 2
                                    

" MESKIPUN CERITA INI TIDAK SEBERAPA DENGAN CERITA LAINNYA YANG LEBIH FANTASTIC,  AKU HARAP TEMAN-TEMAN BISA MENINGGALKAN VOTE ATAU BAHKAN COMMENT SEBAGAI BENTUK DUKUNGAN UNTUK CERITA INI.

JIKA TIDAK KEBERATAN, AKU HARAP TEMAN-TEMAN
BISA MEMFOLLOW AKUN-KU SEBAGAI BENTUK
DUKUNGAN UNTUK-KU. TERIMA KASIH.
(kamu bisa minta untuk feedback) "

Warning!
RenjunShuhua Area!

Ini adalah cerita pertama tentang Renjun dan Shuhua yang aku buat. Semoga suka dan mohon maaf atas penulisan yang kaku, tidak rapi, atau bahkan typo.

Sebisa mungkin aku melakukan yang terbaik dan tidak mengecewakan pembaca.

Happy reading...

••••

Dua bulan lima belas hari adalah waktu yang tepat untuk membiarkan seorang Huang Renjun menyendiri dengan segala kesalahan yang dia buat. Sekiranya begitu pikir Jeno.

Di sore yang mendung ini, di sebuah cafe tengah kota yang padat dan ramai, Jaemin merasakan aura ketegangan yang bisa membuat bulu kuduknya berdiri alias merinding.

Di hadapannya, tepat satu meja dengannya, mata rubah Renjun yang menajam itu seakan mampu menusuk objek yang ia pandangi. Berbanding terbalik, sang objek hanya tersenyum dengan mata bulan sabitnya tanpa merasa terancam.

Haechan yang menjadi penanggung jawab—begitu kata Jaemin—mulai merasa jengah, menghela nafas kasar lalu menyandarkan punggung ke sandaran kursi yang dia duduki.

"Jadi, cuma mau tatap-tatapan?"

Jeno melirik Haechan, mengendikkan bahu sembari tersenyum.

"Shall we?"

Haechan mengangguk sebagai jawaban atas periizinan Jeno.

"Hei, Huang Injun..."

Renjun yang semula menatap tajam kini mulai melunak, wajahnya yang semula memerah akibat menahan emosi secara perlahan mulai mereda. Bahkan hembusan nafasnya juga sudah teratur tidak seperti sebelumnya.

"Aku tidak akan menjadi pengecut yang menggantungkan hubungan persahabatan kita. Dari awal aku tidak merasa harus memaafkanmu karena itu bukanlah tempatku." Jeno menatap mata teduh Renjun. "Kau sudah meminta maaf pada keluarga paman, pada semuanya, dan bahkan pada kita. Yah, itu sudah dari cukup."

Diam-diam Jaemin memberikan acungan jempol pada Haechan disebelahnya.

"Kau selalu mengatakan jika dunia ini tak luput dari kesalahan, dan kau sudah membuktikan kalimat bijakmu itu."

"Persahabatan kita tidak memiliki arti jika kita masih saling menghindar, dan aku sangat benci hal itu. Tentu saja bermula saat aku enggan melihat bentukan dirimu yang kacau seperti habis dicampakkan Shuhua—"

Renjun merotasikan bola matanya. Jeno terkekeh, "...tentu saja kau telah dicampakan oleh dirinya."

Bukannya kesal, Renjun memberi respon dengan ikut terkekeh sehabis Jeno mengucapkan fakta yang hampir saja membuatnya lupa diri.

[✓] When We Hurt | Renshu ft. SaeronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang