BAB 24

3.5K 382 78
                                    

Sudah 5 hari Arion mengurung diri dan tidak mau keluar kamar. Bicara pun seperlunya saja. Orang-orang di sekitarnya tidak memaksa Arion untuk kembali seperti semula.

Mereka terus mengawasi gerak-gerik Arion, jika ada yang membuat anak itu tidak nyaman mereka akan menenangkannya. Raka sebagai pacar dan orang yang merasa telah menyebabkan Arion mengalami peristiwa tak mengenakkan itu selalu berusaha ada didekatnya. Selama 3 hari pertama ia menginap di rumah Arion, menemani kekasihnya itu mengajaknya mengobrol dan bercanda walaupun reaksinya biasa saja.

Sampai hari ini Raka belum mendengar Arion membicarakan kejadian hari itu. Entah enggan atau memang belum siap. Bukan hanya Raka yang penasaran, orang tua Arion pun tentu sangat ingin tahu. Tapi jika Arion memang tidak ingin membahasnya mereka tidak memaksa. Kenyamanan Arion jauh lebih penting.

Papa juga sudah mendatangkan psikolog untuk mengetahui apa yang dirasakan anaknya. Agar Arion tidak merasa terganggu, Papa menyediakan kamera kecil untuk ditaruh di kamar Arion. Raka bertugas untuk mengatur dan membawa kembali kamera tersebut.

Dari penglihatan psikolog, menurutnya Arion sedang dalam tahap bargaining atau penawaran. Dimana perasaan Arion didominasi rasa bersalah menyalahkan dirinya sendiri.

Ini adalah tahap yang sangat krusial dimana Arion butuh sandaran atau seseorang yang bisa menemaninya dan menerima dirinya yang sedang terpuruk. Tahap selanjutnya yang akan dilalui Arion adalah depresi dimana stress hebat menyerang dirinya. Depresi itu akan membaik jika dia membagi keluh kesahnya kepada seseorang. Oleh karena itu, Raka selalu berusaha untuk menyediakan waktu untuk kekasihnya.

Raka sudah mengatakan kronologis kejadian yang menimpa Arion pada kedua orang tua Arion dan orang tuanya. Reaksi mereka? Tentu saja amarah yang membumbung tinggi. Papa bahkan mengunjungi sekolahan untuk meminta penjelasan kenapa sekolahan elite seperti itu tidak memiliki penjagaan yang baik untuk warga sekolahnya. Beliau juga mendatangi wali Kevin bersama kepala sekolah untuk menyelesaikan perkara ini.

Kedua orang tua Kevin menangis sambil bersujud di kaki Papa meminta agar anaknya tidak diapa-apakan apalagi sampai dipenjara. Papa yang melihatnya mengangkat mereka berdua agar tidak mengemis-ngemis seperti itu. Anak mereka salah dan tentu harus mendapatkan hukuman yang sepantasnya.

Dalam diskusi kekeluargaan itu, mereka sepakat untuk mengeluarkan Kevin secara tidak hormat dari sekolahan. Sekilas memang terasa tidak setimpal dengan perbuatannya, tapi dengan di keluarkan seperti itu Kevin tidak akan bisa masuk ke sekolah manapun. Terlebih dia sudah kelas 12 yang akan melaksanakan ujian. Masa depannya sudah hancur karena kelakuannya sendiri.

Masih untung Papa tidak membawa perkara ini ke jalur hukum. Beliau masih punya perasaan melihat Kevin anak satu-satunya dari keluarga tersebut. Setidaknya Kevin bisa mengambil paket C untuk melanjutkan pendidikannya, begitu pikir Papa.

Raka sebenarnya ingin sekali bertemu dengan Kevin. Menanyakan apa masalahnya hingga tega berbuat tidak senonoh pada Arion. Tapi setelah dipikir-pikir lagi sepertinya hal itu tidak akan berjalan mulus. Hanya dengan mengingat apa yang ia lihat di gudang waktu itu saja sudah membuat darahnya mendidih. Apalagi jika harus melihat wajah Kevin, sepertinya dia akan kembali membuat wajah itu babak belur. Setidaknya ia tidak perlu berurusan lagi dengan orang itu karena Papa sudah menyelesaikan masalahnya.

Sore ini Raka kembali ke rumah Arion untuk melihat keadaan kekasihnya bersama Ayah dan Bunda. Dia naik ke lantai dua untuk melihat Arion yang mengurung diri. Bisa dilihat kekasihnya itu sedang menonton melalui laptop. Didengar dari suaranya seperti sedang menonton konser idolanya. Kegiatan Arion memang seperti itu sejak 5 hari yang lalu. Mungkin dengan menonton bisa membuat hatinya lebih baik, Raka tidak melarangnya.

(✓) CONNECTING LINE [KV]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang