06|| Emosi!

27 9 0
                                    

"Ada sebuah luka yang jauh lebih sakit dari pada kehilangan. Yaitu, ingatan yang terus bersarang, tanpa bisa kamu lupakan." -Shankara

.

.

.

.
***

"Kara mau cepet-cepet pulang, pasti mama sama papa lagi nyariin Kara sekarang. Kara nggak sabar banget deh mau kasih kejutan ini buat mama, papa, sama kak Gege, pasti mereka seneng." Ucap Shankara si gadis cilik yang penuh semangat. Berjalan sambil terkadang melompat kegirangan dengan tangan yang memegang piala.

Rumah kecil sederhana. Shankara merasa heran, mengapa dihalaman rumahnya banyak mobil berwarna hitam? Ah ternyata itu kakeknya, kakeknya datang dari Jerman. Shankara dapat melihatnya, ia tersenyum lalu menggendongnya.

"Apa kabar Shankara cucu tersayang Kakek?" Tanyanya dengan penuh antusias.

"Baik. Kara kangen sama Kakek." Ucap Shankara dengan suara imutnya.

"Wahh... apa ini? Coba Kakek lihat. Juara satu olimpiade matematika? Pintar sekali cucu Kakek ini. Kakek akan memberikan hadiah untukmu. Hadiah yang tak pernah kau duga." Shankara tersenyum dengan manis meski tidak mengerti sedikit yang diucapkan Kakeknya.

"Anak jenius sepertimu akan sangat berguna untukku. Mari bantu Kakekmu ini anak cantik! Permainan seru akan segera kita mulai." Senyuman itu perlahan memudar. Ia tak mengerti apa yang dimaksud Kakeknya itu, namun firasatnya mengatakan hal buruk sedang terjadi.

Ia membawa Shankara ke sebuah guadang besar di belakang rumahnya. Shankara terkejut melihat sang Papa tengah berkelahi dengan puluhan orang yang wajahnya tak ia kenal. Salah satu dari mereka berhasil menahan Mama dan Kakak laki-lakinya.

"Papaa!!" Teriak Shankara sembari berusaha melepaskan diri dari Dave.

"Kara?!" Tak membuang kesempatan mereka langsung menyerang Dito yang sedang lengah. Mereka menghajarnya dengan membabi buta.

"Papa!... Jangan pukulin Papa!!" Gerald berusaha memberontak sekuat tenaga, namun anak buah Kakeknya itu memanglah bukan tandingannya.

"Stop it, Dad! I SAID STOP!! " Teriak Hanna yang di balas dengan tawa yang mengerikan dari Dave.

"Don't finish him yet, we still need him."

Dengan serangan anak buah Dave yang mereda, Dito kembali menyerang mereka dengan tubuh yang sudah lebam, dan darah yang mengalir dari hidungnya.

"Stop Dito!" Dito menoleh, melihat Shankara yang dikurung oleh lengan Dave. Rahangnya semakin mengeras saat melihat mulut pistol yang mengarah pada kepala putrinya.

Tanpa ia sadari, salah satu anak buah Dave menghantam kepalanya hingga tersungkur.

"Papaa!!... Kakek lepasin Kara! Kara takut... hiks." Inikah yang dimaksud hadiahnya? Ya, Dave benar ini mungkin tak pernah ia duga. Bahkan seharusnya ia tak pernah berada diposisi ini.

"Diam anak pintar, peranmu disini hanya menyaksikan dan menangis." Ucap Dave ditelinga Shankara yang di akhiri oleh kekehan.

"What do you want? " Tanya Dito dengan sisa-sia tenaganya.

"Good question! " Lalu salah satu anak buah Dave memberikan sebuah surat dan satu pulpen.

"Hurry up and sign the divorce papers or you'll see this bullet go through your daughter's head! " ancam Dave.

DIMENSIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang