10|| Arloji

19 6 0
                                    

Sebelum membaca, mari kita berdo'a semoga feelnya dapet buat chapter ini hohhoho')

Okey happy reading!
Jangan lupa vomment!












Althar menghembuskan beban beratnya, lewat karbondioksida yang baru saja keluar dengan kasar dari mulut Althar. Mobilnya telah sampai di depan gerbang menjulang milik rumahnya.

Tidak lupa dengan seonggok Shankara yang tengah duduk manis di sampingnya. Benar, Althar membawanya pulang ke rumah. Jangan lupa dengan terpaksa.

Pak Bejo tersenyum menyambut ke datangan anak majikannya seraya membukakan gerbang. "Mas Althar baru pulang?"

Althar tinggal melongokkan kepalanya karna kaca mobil sudah ia buka sejak ban mobilnya mendarat. "Iya, Pak. Bang Edgar udah pulang, kan?"

"Bi Nani tadi bilang katanya Mas Edgar hari ini nggak pulang, Mas. Bi Nani juga di suruh nemenin Mbak Naza di kost-nya, soalnya mbak Naza lagi sakit. Kalo Mas Edgar nggak pulang karna ada acara di kampus." Jelasnya.

"Kok Abang nggak telpon Althar dulu sih?" Di saat seperti ini kenapa di rumah justru tidak ada orang. Bagaimana nasib Althar jika harus berdua dengan cewek gila di sampingnya? Kalau psikopatnya kambuh dan Althar menjadi korban, pokoknya orang pertama yang bersalah adalah Edgar. Titik!

Althar memasuki rumah dengan perasaan dongkol yang masih setia di sana. Tak tertinggal dengan Shankara yang mengikutinya di belakang.

"Di rumah lo nggak ada orang?"

Althar yang masih kesal langsung membalikkan badannya sambil berkacak pinggang. "Iya, kenapa? Nggak suka? Balik sendiri sana!"

Alih-alih sebal dengan Althar yang terus-terusan sewot padanya, Shankara malah tersenyum tanpa beban. "Bagus dong kalo gitu."

Althar mendengus seraya merotasikan bola matanya malas. "Gila."



◇◇●●●◇◇

Althar tidak habis pikir dengan wanita yang tengah menatapnya ini. Ia sungguh lelah di buat kesal oleh manusia yang satu itu.

Tanpa Althar persilahkan masuk, ia sudah langsung duduk di sofa tepat di hadapannya. Sungguh gadis yang sopan bukan?

Ia melempar pandangannya ke seluruh sudut rumah yang cukup megah. Rapi, juga terkesan elegan. Tapi tidak terdapat foto sama sekali seperti rumah pada umumnya. Mungkin keluarga Althar tidak suka memajang foto, Shankara juga tidak ingin memusingkan itu.

Lagi lagi pandangannya berakhir pada wajah masam Althares. Ah, rasanya muak sekali mendapati wajah dongkolnya. Tidak bisakah tatapan itu berubah hangat, layaknya tatapan Althar pada kekasihnya itu yang siapa namanya? Shankara lupa.

Lagi pula Shankara hanya ingin ke rumahnya, bukan memintanya untuk menyapu padang pasir atau menghitung setiap rintik hujan yang jatuh ke bumi. Sesepele itu tapi Althar terus kesal padanya hingga sekarang. Menyebalkan!

"I love you, Al." Ucap Shankara tiba-tiba, diimbuh dengan senyum manisnya.

Althar yang masih setia dengan tangan bersedekapnya hanya memandang Shankara dengan datar. "Mulai dah gilanya."

Shankara benar-benar jadi kesal sekarang. Ia berdecak lalu berpindah duduk di samping Althar.

Niatnya ia ingin bersungut-sungut, namun lantaran takut Althar akan mengusirnya jadi ia memilih untuk diam. Ia pun berusaha menetralkan rasa kesalnya untuk kembali menghadapi Althar yang mungkin kini tengah mengutuknya dalam hati.

DIMENSIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang