Desaku adalah desa yang masih menjadikan mitos sebagai kehidupan meski teknologi sudah mulai masuk dan mencoba memberikan kemudahan namun mereka terlihat tetap tidak tertarik, bahkan mereka hanya menggunakan teknologi seperlunya saja.
Terutama rumahku, rumah panggung yang memiliki banyak kamar dan ruangan ada beberapa barang elekronik menghiasi ruangan seperti kulkas, tv, kipas angin, dan lain lain. Tapi mereka hanya sebagai penghias. Rumah ini sudah dingin karna banyaknya jendela, lalu banyaknya penghuni rumah membuat semuanya tidak memerlukan tv untuk menghibur diri.
Keluargaku adalah keluarga yang disegani, selain kakekku yang merupakan kepala suku nenekku sangat ahli dalam pengobatan. Rumah ini adalah peninggalan dari nenek neneknya nenek moyangku, cukup lama dan semua itu sangat disegani hingga di simpan dalam sejarah desa.
Nenekku memiliki banyak anak sehingga mereka juga berkembang biak memiliki banyak anak pula jadi rumah tersebut di tambah namun dengan ala modern. Yang tua berada dirumah panggung dan yang muda akan tinggal di rumah yang baru.
***
Aku sekamar dengan beberapa sepupu dan saudara Perempuanku. Namun kadang kamar ini dipenuhi semua sepupu.
Aku tidak betah dengan keadaan seperti ini. Saat makan harus bersiap menerima sisa dari para orang tua, saat dimana bau dan asap kemenyan seketika memenuhi rumah, rumah ini sudah seperti klinik desa.
"Cesa kamu nggak sekolah?" Kakak membangunkan ku dari kenyamanan karna malam ini semua orang tidak dirumah setidaknya aku bisa tidur nyenyak.
"Iya aku mau mandi," sahutku masih memperlambat gerakan.
***
Semua keluarga sudah berkumpul untuk sarapan, siapa cepat dia dapat namun aku tidak, Karena aku Anak satu-satunya dari ibu maka ibu akan sangat memperhatikanku di banding yang lain.
"Sayang cepat makan, ini ujian terakhir jangan sampai telat!" Seru ibu menyodorkan makanan padaku.
"Baik Bu, " jawabku mengambil makanan dan segera pergi.
Berjalan kaki adalah kebiasaan yang menyehatkan, semua orang terlihat memenuhi jalanan yang masih dilapisi bebatuan, jalan ini akan diaspal beberapa bulan kedepan menjadi tontonan menarik bagi masyarakat desa. Aku mungkin sudah bersikap dewasa dan merasa tidak begitu terasa aneh dengan perubahan ini.
Ibuku memeberiku hp untuk mengetahui kabar diluar, sinyal yang sudah membaik mebuat aku menjadi anak yang modern dan tidak peduli pada lingkungan aku rasa itu sebuah pengaruh buruk dari teknologi.
***
Kelulusan telah diumumkan, semuanya lulus dengan nilai yang beragam. Nilaiku cukup tinggi aku putuskan untuk lanjutkan SMA di kota. Awalnya semua keluarga melarang ku namun ibuku tiba tiba mendukungku dan disusul oleh ayahku. Aku yakin ini berak bagi mereka, hanya aku harapan mereka dan aku pergi jauh.
" Cesa nenek ingin bicara, temui dia diatas!" Kakak sepupuku menyampaikan pesan dari nenek.
"Baik." Aku takut karna jarang sekali aku mengobrol dengannya, hanya beberapa kali saja seumur hidupku karna dia sibuk mengurusi pasien.
"Ada apa nek," seruku menyapa nenek yang terlihat sibuk dengan ramuannya diruangan rumah atas.
"Kamu yakin ingin keluar kota?"
"Iya nek ... " Mengambil posisi duduk "Tapi kalau"
" Kalau apa? Pergilah nenek hanya ingin memberi tahu mu satu hal" seru nenek memotong perkataan ku yang berniat merubah keinginan."Serius nek? Satu hal apa?" Tanyaku bersemangat.
Nenekku membaca mantra dengan berkomat Kamit aku hanya meperhatikannya yang mulai mebakar kemenyan. Aku harus menahan napas hingga nenek selesai karna aku benci jika nenek sudah melakukan ritual.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antalogi cerpen
Short StoryHWC ( Honnest writer community ) kumpulan cerpen, cerita pendek yang dirangkai dengan harapan yang diawali dengan proses yang panjang. memberi banyak harapan pada rumah kita ini HWC. menberikan cerita penuh harapan membangun rumah dengan sastra da...