Cold

216 41 3
                                    

Kebiasaan Aomine adalah mencari tempat hangat untuk tidur. Saat merasa kedinginan ia akan langsung pindah untuk mencari tempat yang lebih hangat.

Sebab itu, Kagami biasanya akan memeluk Aomine ketika tidur.
Toh Kagami juga sama. Ia tidak suka dingin. Dia bisa menggunakan pakaian berlapis ketika musim gugur datang. Apalagi saat bersalju seperti sekarang.

Lullaby terus melantun merdu. Sesekali mengusap helaian biru gelap pria di pelukannya-tengah tertidur. Pandangannya jatuh pada air dalam gelas kaca transparan. Yang lalu beralih pada termometer berikut bungkusan metalik tablet yang beberapa telah robek dan kosong. Semuanya tergeletak di atas kotatsu.

Suara batuk menarik seluruh atensinya ke sumber suara, tak lain pria di pelukan. Seketika menghentikan lullabynya begitu saja.

Kagami menyeka keringat dingin yang keluar dari dahi Aomine. Matanya masih terpejam. Dari pipi hingga telinganya memerah karena demam yang masih melanda. Tak terkecuali jidat lebarnya yang sebagian besar tertutup kompresan gel.

Genap dua hari sudah sejak Aomine terkena demam. Imayoshi-san yang mengantar Aomine pulang di hari pertama. Ia bilang, Aomine memaksakan diri di kantor sampai kurang tidur. Kagami percaya itu. Satu, karena Aomine sendiri yang mengaku. Dua, hampir empat hari lamanya dia tidak pulang karena tugas dinasnya. Dan terakhir, meski sikap Aomine malas-malasan dia bisa serius ketika bekerja. Sampai-sampai mesti diingatkan untuk sekedar mengisi perut.

Mengingatnya kembali membuat Kagami menarik senyum masam lalu menghela napas. Jarang-jarang kekasihnya itu jatuh sakit. Tadinya dia percaya orang bodoh tidak bisa sakit. Tetapi akhirnya sadar, orang bodoh juga masih manusia kan?

Punggung kembali bersandar di sofa setelah beberapa saat menegap karena suara Aomine. Sekarang hanya terdengar iringan napas pendek tidak beraturan. Hm, juga beberapa kali suara napas yang tersendat. Kagami sempat dibuat khawatir Aomine akan tersedak dahaknya sendiri.

Jarum jam menunjukkan pukul 7 malam lewat. Kagami belum makan sejak siang. Hanya mencicipi bubur yang ia buat untuk Aomine tadi sore. Aomine pun hanya makan beberapa suap, tidak sampai lima sendok. Tawar, katanya.

Ya tentu saja. Dan Kagami memaklumi.

Aomine menggeliat di balik selimutnya. Mengerang pelan mengeluhkan dingin. Keringat kembali mengucur dari pelipisnya membuat helaian biru cepak miliknya lepek. Ekspresi Kagami makin prihatin. Dengan penuh sayang, diusapnya kembali peluh Aomine menggunakan handuk kecil.

"Cepat sembuh, Aomine."

Bagian belakang kaus tiba-tiba terasa ditarik. Ia langsung berpikir kalau itu Aomine. Crimsonnya melirik wajah Aomine yang ternyata terbangun.

"Ah- maaf... Kebangun karenaku ya?"

Kepala biru itu menggeleng lemah. Iris senadanya mengilap karena air mata. Skleranya sedikit memerah. Pasti pedih, batin Kagami sedih.

"Kedinginan? Mau makan?"

Gumaman pelan disusul suara parau, "Tawar..." Kagami tersenyum. "...tapi aku lapar. Dan suara perutmu membuatku susah tidur."

Kali ini Kagami terkekeh dan kembali mengucap maaf. Beberapa kali ia menepuk kepala Aomine, memintanya bangun sebentar dari tubuhnya untuk menghangatkan bubur.

Layaknya anak kecil, Aomine menurut tanpa protes. Bahkan sempat terpejam menikmati tepukan di kepala yang berlangsung sebentar. Bagi Kagami momen tersebut sungguh langka. Ia ingin melihatnya lagi, namun tidak berikut kompresan dan wajah pesakitan Aomine.

Untuk menghargai kekasihnya yang sedang sakit. Menu makan malam Kagami hari ini mengikuti Aomine.

Bubur.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our AceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang