Liquor

428 54 4
                                    

Disclaimer :
Kuroko no basket © Tadatoshi Fujimaki
Saya hanya minjam karakternya untuk di bucinin

Alternate Universe (AU), sedikit anu (?)

Happy reading!


Warna-warni berkilauan dalam dominasi redupnya ruangan. Dentingan kaca kembali terdengar jelas, mengalahkan alunan lounge music bervolume kecil. Furnitur dan dekorasi gaya klasik nan elegan menghiasi sebuah bar kecil, berpadu dengan deretan botol kaca berbagai brand mahal berjejer rapi pada raknya.

Jam tangan dilirik, pukul 2 dini hari. Matanya sudah berat, kepala pening dan beberapa kali hampir ambruk. Harusnya ia tidak berada di tempat ini, dan lagi-lagi disaat seperti ini.

Ia bukan seorang yang kuat minum. Segelas saja membuat dirinya mabuk.

“Kau tidak apa?”

“Tidak.”

Pria itu berdehem. Shaker kembali dikocok, gelas kaca memantulkan cahaya remang, cairan merah liquor dituang. Sebuah ceri dan beberapa butir es ditaruh. Nampak cantik dan manis.

“Yakin ingin minum lagi? Kali ini kadar alkoholnya lebih tinggi lho.”

“Salahkan racikanmu yang enak, sialan.”

Yang dipuji mendengus. Ia agak risih jujur. Seandainya pria di hadapannya tahu jika sudah urusan dapur ia punya sertifikat nol besar.

Alkohol kembali diteguk, menyisakan ceri merah dan beberapa bongkahan es. Manis dan pahit mengecap di lidah, alis cabang mengernyit.

Sialan.

Benar katanya kalau kadarnya lebih tinggi. Matanya mulai berkunang-kunang. Surai pendeknya diremas. Perlahan kedua lengan yang menopangnya turun. Kali ini ia benar-benar tidak bisa menoleransi minumannya.

“Batasmu hanya sampai Bourbon huh?”
Sang bartender tersenyum mengejek.

Pemandangan indah memanjakan mata, ia lumayan menyukai pria itu. Pakaian kasual dengan jas merah maroon. Iris merah, rambut merah senada dengan ombre hitam sedikit klimis. Kali ini ia menyuguhkan cocktail berwarna sama. Oh, juga pipinya kemerahan sebab mabuk.

Cocok sekali. Semuanya merah.

Kedua bahu atletisnya naik turun-tengah tertidur. Dengkuran halus keluar mulus dari bibir peachnya. “Kenapa dia manis sekali sih?”

Kepala digeleng pelan. Tangan dim kembali fokus mengelap gelas. Pria yang baru ia kenal selama seminggu itu membuat dirinya gila. Memang belum lama kenal, tapi sosok pria di hadapannya menghantui pikiran setiap saat. Mulutnya gatal ingin terus memanggil nama si merah itu.

Ia suka bagaimana pria itu tertawa pelan. Ia suka harum kayu manis yang menguar dari tubuhnya. Ia suka bagaimana cara pria itu menatap dirinya.

Setiap datang, ia selalu memuji minuman buatan sang bartender, padahal dirinya tidak kuat minum alkohol namun tetap memaksakan diri menegaknya hingga tak tersisa-candu katanya. Kalau tak salah ingat, dia juga mengatakan kalau racikannya berbeda dari bartender lain. Enak katanya.

Seringai tipis ditarik. Kelopak mata turun, menyembunyikan kedua manik navy-blue. “Kagami Taiga, huh?”

“Menatap begitu lama seseorang yang sedang tidur. Kau naksir?”

“Hah?”

Tangan berusaha menopang kepala, namun kembali turun. Jelas masih terasa pusing. Dibalik poni panjangnya, kilatan merah menatap lurus bartender.

 Dibalik poni panjangnya, kilatan merah menatap lurus bartender

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukannya menjawab, sang bartender malah mendengus. Gelas yang telah dilap ditaruh. Kilatan biru membalas tatap. “Ingin segelas lagi?”

“Kau-“

“Kali ini special.”

Barisan gigi putih terekspos. Seringai melebar bersamaan dengan menyipitnya sepasang mata merahnya.

Mana bisa ia menolak tawaran menarik?

“Boleh saja. Tapi awas kalau kau bubuhi aphrodisiac seperti 2 hari yang lalu. Kupastikan dahimu berlubang pagi ini.”

“Heh- anak bos mafia memang seram.”

“3 jam.” Iris biru melirik. Si merah melanjutkan, “3 jam. Kalau aku tidak puas kau tahu sendiri apa, Mr. Aomine Daiki.”

“Yaa.. ya… lihat saja nanti siapa yang berisik.”

Senyum diulas. Bartender kembali bekerja. Es batu, tequila, dan air perasan jeruk nipis dimasukkan dalam shaker. Kagami memperhatikan bagaimana tangan berbakat pria itu dengan lihai melakukan beberapa atraksi. Menarik, pikirnya.

Segelas cocktail hijau susu berhias lime dan garam di mulut gelas disajikan.

Margarita.”

“Apa? Nama pacarmu?”

“Kau cemburuan seperti biasa. Dari dulu namanya memang begitu, bodoh.” Kagami mendecak. Jemari panjangnya mengangkat gelas kecil.

“Kau memiliki aroma yang sama.”

“Makanya kubilang special.”

Kagami kembali tersenyum. Tidak sarkas, kali ini senyuman lembut. Pemilik rambut biru kembali terpesona untuk sekian kalinya.

Malam yang indah.


Our AceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang