SI BAJU MERAH(LAGI)

550 80 5
                                    

Hadeh ... Si Baju Merah ini ternyata emang makhluk yang iseng dan jahat gess.

Bukan cuma Reza yang jadi korban gangguannya, tapi juga seorang penjual Mie Ayam keliling ikut jadi sasaran teror Si Baju Merah. Penasaran? berikut kisahnya.

.
.
.

Malam itu menjadi malam kedua saya berjualan salah satu makanan yang paling digemari banyak orang. Mie Ayam, begitulah orang-orang menyebutnya. Akan tetapi usaha ini bukan milikku, aku mempunyai seorang bos yang sudah lama membuka usaha mie ayam. Setelah sukses, kini ia mempekerjakan orang lain untuk menjual makanannya. Ada delapan orang yang ia pekerjaan salah satunya aku sendiri, semua karyawannya itu disebar di beberapa tempat.

Dan malam ini aku dapat giliran keliling ke salah satu kampung. Aku senang bisa dapat giliran ke sini, karena aku sudah akrab dengan beberapa orang di sekitar sini. Terutama orang-orang yang kumpul di warung kopi. Setiap sore atau malam ketika libur, aku sering main ke sana. Di sanalah aku dapat beberapa teman. Setiap aku lewat pasti mereka memanggil. “Deden!” begitu mereka memanggilku saat aku lewat.

Jadi, malam itu aku lumayan semangat. Walau jalanan becek karena baru diguyur hujan satu jam yang lalu, aku tetap mendorong gerobak memasuki jalanan yang bersebelahan dengan rumah-rumah warga. Ini bukan kali pertama aku keliling di sini. Sekitar tiga bulan lalu aku sempat berkeliling di sini, suasana ramai saat itu.

Namun anehnya, suasana yang aku lihat malam ini berbeda. Kampung ini entah mengapa terasa hening dan sunyi, tidak ada orang sama sekali. Padahal baru jam sepuluh malam. Biasanya ada anak-anak muda yang masih berkumpul. Karena sepi, aku memilih untuk mulai membunyikan mangkuk dengan sendok. Suara mangkuk dan sendok yang saling beradu terdengar memecah keheningan, berharap ada yang mendengar dan berniat membeli daganganku.

“Mas!” panggil seorang wanita dari arah belakang.

Aku menoleh, tampak wanita cantik berbaju merah berjalan mendekat. Aku berhenti karena ku pikir dia ingin beli. “Iya, neng.” Aku menjawab.

“Saya mau pesen satu tapi dibungkus ya, pakai pangsit ya,” ucap wanita itu.

“Iya, iya. Pake baso juga?” tanyaku sambil menyiapkan mi.

“Enggak bang,” jawabnya. “Bang, nanti tolong anter ke kontrakan saya ya. Deket kok di situ.” Wanita itu menunjuk ke suatu kontrakan yang berjumlah tiga pintu. Aku lalu mengiyakan.

Wanita itu berjalan meninggalkan aku yang masih membuat satu porsi untuknya. Dari gerobak aku perhatikan wanita itu, dia masuk ke kontrakan tengah. Dengan begitu aku tahu yang mana kontrakan tempatnya tinggal. Setelah itu aku kembali fokus membuat mi. Tak butuh waktu lama, lima menit kemudian satu porsi mi ayam yang dibungkus sudah siap.

Aku lalu meninggalkan gerobak dan berjalan ke kontrakan itu. Sesampainya di sana, aku mulai mengetuk pintu. “Permisi! Mi Ayam!” teriakku.

Aku berteriak namun tidak ada yang menyahut dari dalam. Aku tidak menyerah, mungkin dia sedang di kamar mandi atau apa. Aku tunggu beberapa menit, lalu mengetuk lagi. “Mi Ayam!’ teriakku. Masih tidak ada yang menyahut, aku ketuk lebih keras. Masih tidak ada suara.

Baiklah, aku tunggu lima menit lagi sambil duduk di kursi depan kontrakan. Tak lama kemudian datang seorang pemuda menaiki sepeda motor. Ia parkir di samping kontrakan. Tampaknya dia penghuni kontrakan sebelah. Karena orang ini melihat ke arahku terus, aku menyapa. “Mas.”

“Ngapain di sini, Bang?” tanyanya sambil membuka helm.

“Ini, tadi ada yang pesen Mi Ayam. Di bungkus minta dianter ke sini. Tapi udah saya panggil tiga kali gak ada yang nyahut,” jawabku.

Jagad Mistis Nusantara (Kumpulan Cerita Horor)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang