KM 4 - PENGIKUT TAK DIUNDANG

724 82 0
                                    

Di Minggu ke-4 ini, saya membawakan kisah dengan judul Pengikut Tak Diundang. Semoga bisa menghibur.

Walau lagi pusing, tetep update! ✊ Selamat membaca!

Pengikut Tak Diundang


Sore itu kami bertiga yaitu aku sendiri bernama Putri bersama teman laki-lakiku Firman dan Rusdi berjalan dengan pelan menuruni tanah miring yang sedikit lembab penuh dengan akar-akar pohon besar. Sekelilingku hanya ada semak-semak dan pepohonan yang entah apa namanya.

Sebenarnya rombongan kami berjumlah tujuh orang, empat orang lainnya yang terdiri dari dua perempuan dan dua laki-laki masih tertinggal di belakang karena salah satu teman kami sedikit sakit kakinya.

Sebenarnya kami jarak kami tidak terlalu jauh, aku dan rombongan di belakang masih bisa memanggil dan sahut-sahutan untuk memastikan kondisi masing-masing. Aku berjalan di tengah, sementara Firman dan Rusdi mengapitku. Wajah kami sudah sangat kelelahan, tadinya kami ingin sampai dibawah sebelum matahari terbenam. Namun melihat situasi sekarang, nampaknya hal itu tidak mungkin terjadi.

Raut wajah senang nan bahagia saat di puncak tadi sudah tidak terlihat saat ini, yang ada hanya wajah lesu dan lelah. Kami semua sepakat kalau malam ini juga kami harus turun ke bawah, tak ada menginap lagi. Karena esok harinya masing-masing dari kami sudah masuk kerja. Walaupun entah aku bisa masuk kerja atau tidak dengan kondisi fisik yang seperti ini, karena jujur ini adalah pengalaman pertamaku mendaki gunung.

“Put, masih kuat gak?” tanya Firman yang berjalan di belakangku.

Aku mengangguk dan menjawab, “Masih kok.”

Beruntung aku mempunyai teman seperti mereka, mereka tidak memaksakan untuk berjalan ketika aku atau yang lainnya sudah merasa lelah. Seperti tadi, beberapa menit sekali mereka rutin menanyakan bagaimana keadaanku. Masih kuat atau tidak dan pertanyaan semacam itu.

Sampai hari gelap pun kami kami masih berada di jalur, rombongan lain masih berada di belakang kami. Kini jalur menjadi gelap gulita, pohon dan semak di sekitarku nyaris tidak terlihat. Hanya ada cahaya dari headlamp di kepala kami yang membantu menunjukkan jalan. Kini aku tidak melihat kemana-mana, aku hanya fokus melihat ke depan dan memperhatikan Rusdi yang berjalan di depanku. Di tengah kelelahan ini aku harus menjaga konsentrasi dan saling menjaga satu sama lain.

“Misi, Kek,” sapa Rusdi.

Aku lantas bingung mendengar sapaan Rusdi yang entah ditujukan kepada siapa, aku menoleh ke Firman dan berbisik. “Gak ada siapa-siapa, si Rusdi ngaco kali ya.”

Firman yang juga tahu ada yang tak beres dengan Rusdi hanya bisa menggelengkan kepala. “Ssst ... udah fokus aja sama jalur,” ujarnya menyuruhku agar tidak berpaling dengan arah depan.

Beberapa menit kemudian sampailah kita di pos tiga, di sana kami memutuskan untuk beristirahat. Firman yang sudah sangat lelah itu melepas carrier dan merebahkan badannya di tanah, saat itu pos tiga benar-benar sepi. Rusdi mengeluarkan makanan ringan dan membaginya denganku.

“Udah deh, ini kita tunggu rombongan yang di belakang aja,” kata Rusdi.

Kemudian Firman menjawab, “Iya bener, enaknya sih gitu. Soalnya kalo buru-buru juga percuma, nanti kita sampe bawah duluan juga yang ada kita nunggu mereka. Mending tunggu di sini aja sambil istirahat.”

“Lho? Mereka masih jauh gak?” tanyaku.

“Enggak, paling setengah jam juga sampe sini mereka. Udah, kalau Putri mau tidur-tiduran juga gak apa-apa. Nanti aku yang jaga,” kata Rusdi meyakinkan.

Jagad Mistis Nusantara (Kumpulan Cerita Horor)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang