Perjodohan

3 0 0
                                    

"Shalat, yuk." Zayan beranjak, ia mengambil alih tas dan tote bag Arsyana yang tergeletak di lantai. Arsyana membulatkan matanya sempurna saat Zayan melihat isi tote bag miliknya. Pemuda itu menatap Arsyana, memberi kode melalui tatapannya.

Seolah mengerti maksud Zayan, Arsyana mulai menjelaskan. "Itu jaket milik Pak Alfizar yang beliau pinjamkan kemarin," jelasnya.

Zayan mengangguk paham, fokusnya beralih pada tas punggung berwarna hitam milik Arsyana. Gantungan kunci tas itu adalah souvenir pemberiannya satu minggu lalu, sebuah senyuman tipis terbit di bibirnya.

"Dipakai?"

"Benda seimut itu nggak dipakai, mubazir," kekeh Arsyana.

Baru saja Arsyana ingin mengambil alih tas miliknya, pemuda itu sudah lebih dulu mencegahnya. "Biarkan aku saja."

"Aku bawa motor, Yan. Jadi kemarikan tasku."

"Bisa kamu ambil di parkiran," putus Zayan enteng. Ia bahkan sudah berjalan mendahului Arsyana menuju parkiran.

***

Lima menit setelah kepergian Zayan, Anvi mulai gelisah. Pikirannya terus tertuju pada Arsyana, apa masalah yang menimpa gadis itu hingga harus berurusan dengan kepala sekolah.

Anvi memutuskan pergi, dan berjanji akan kembali sebelum shalat zuhur selesai. Hanya butuh waktu lima menit dari cafe menuju sekolah.

Sesampainya di sana, Anvi segera masuk melalui gerbang utara. Di ujung koridor, dapat Anvi lihat kembarannya tengah menenangkan Arsyana. Anvi tidak akan mengganggu, karena ia tahu saudaranya lebih bisa menemani Arsyana.

Lama menjadi penonton, deringan singkat dari benda pipih di saku jaketnya mengalihkan atensi Anvi dari Zayan dan Arsyana.

Pesan dari neneknya ternyata. Anvi segera membuka aplikasi pesan biasa, ia tahu betul sang nenek tidak akan menelepon atau mengirim pesan jika hal yang disampaikan tidak terlalu penting.

[Pulang cepat, Anvi. Nenek tunggu, jangan tanya ada apa. Pulang secepatnya.]

Jam pulang sekolah jam dua siang, ia punya dua jam lagi untuk mengikuti rapat sebelum mengikuti permintaan neneknya untuk pulang awal.

Anvi kembali melirik ke belakang, Zayan dan Arsyana sudah berjalan ke arahnya. Bersamaan dengan itu, adzan zuhur menggema, memanggil umat muslim untuk menunaikan kewajibannya.

Pemuda itu melangkah keluar dari sekolah menuju parkiran. Anvi yakin, Zayan tidak akan ke sana karena mobil kembarannya terparkir di luar.

Benda pipih itu ia keluarkan, mencari kontak dengan nama Arsyana untuk ia kirimkan pesan.

[Sudah zuhur, shalat yang khusyuk.]

Setelah mengetikkan pesan tersebut, Anvi segera kembali ke cafe. Berkumpul dengan teman-temannya.

***

Suara notifikasi pendek dari dalam tas hitam yang ia pakai, membuat langkah Zayan terhenti. Ia berbalik, seraya menunggu Arsyana yang hanya tertinggal beberapa langkah darinya.

"Sya, ada pesan," tuturnya seraya bersiap membuka tas Arsyana. Namun, Arsyana dengan cepat menghentikan aksi pemuda itu.

"Nggak usah dibuka, palingan chat dari Dhea yang akan ngomel karena aku terlambat hadir rapat. Biarkan saja, salah dia juga yang membuatku ngambek. Siapa suruh merahasiakan ceo yang akan menjadi donatur kali ini. Kata dia ceo itu ganteng, tapi ganteng juga nggak akan aku makan kalau dia kasih tahu. Paling ganteng-ganteng buaya," oceh Arsyana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(Bukan) Imam HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang