16.SATU SISI

1K 86 23
                                    

"Itu bukannya Lira, adiknya Kak Johan...?" Rendy berkata setelah dekat.

Andreas tak begitu menanggapi, ia masih sibuk membuka pembungkus permen pemberian Lira tadi, dan segera mengulumnya sambil memegangi tangkai plastiknya.

"Anda tidak berbuat macam-macan lagi kan..?" Rendy menatap khawatir pada Lelaki bermata sipit yang masih santai memainkan permen dalam mulutnya, membuat pipi nya mengelembung sebelah.

"Macam-macam apa..?" keningnya berkerut menatap Lelaki yang berdiri di sampingnya.

Kening Rendy ikut berkerut dalam menatap orang yang selalu ia panggil Tuan Muda itu.

"Ayo ikut aku !" Andreas turun dari kap mobil sport nya.

"Biar saya yang menyetir." Rendy sudah menodongkan tangannya meminta kunci.

"Sudah, masuk sana !" Andreas menolak dan memberi isyarat tangan agar Lelaki yang masih memakai kemeja kotak-kotak cokelat-hijau tua yang di rangkap Jas Almamater biru tua itu masuk ke dalam Mobil

"Tapi semalam Anda baru saja ma..." Rendy tak melajutkan kalimatnya karena Andreas yang sudah lebih dulu masuk ke dalam dan segera menyalakan mesin mobil sport nya yang langsung mengeluarkan suara khasnya.

Rendy menghela nafas panjang dan dengan terpaksa masuk dan duduk di sebelah Andreas dengan Lelaki bermata sipit dan berkulit putih itu yang menyetir.

"Pelan-pelan saja, tidak usah cepat-cepat Tuan Muda." Rendy berkata masih dengan wajah khawatirnya.

"Kau pikir aku anak kecil..??" Andreas menoleh ke arahnya tidak terima.

Segera di injaknya pedal gas dan Mobil sport mewah itu sudah melesat lurus menuju jalan raya.

Wajah Rendy menegang saat berkali-kali Andreas membunyikan klakson Mobil dan berjalan zig-zag melewati kendaraan-kendaraan lainnya yang berada di dalam raya tersebut.

"Alamat kena tilang lagi sepertinya..." Rendy berkata dalam hati sambil melihat ke arah Andreas yang terlihat senang mengendarai Mobil nya dengan kecepatan tinggi dan berhasil melewati mobil-mobil lainnya.

"Di depan sana ada lampu merah, anda..." Rendy tak melanjutkan kata-kata nya karena Andreas yang sudah keburu melanggar lampu merah dan hampir saja menabrak motor dari arah berlawanan, ulahnya itu juga memancing pengendara lain saling bersahutan membunyikan klason, membuat jalanan itu ramai dan kacau karena ulahnya.

Rendy sampai menahan nafas sambil memegangi atap mobil karena kejadian itu, dan si biang Keladi yang menyebabkan nyawa mereka hampir saja melayang itu tertawa terbahak.

"Besok pasti sudah akan ada surat tilang yang datang." Rendy tampak menyesal saat mereka sudah berbelok di sebuah jalan yang tidak begitu ramai.

"Seperti biasa...bayar saja berapa." Andreas menajawab enteng tanpa menoleh ke arahnya.

"Anda selalu mengampangkan segala sesuatu, bagaimana kalau Tuan Besar sampai tahu...?" kening Rendy berkerut menatapnya.

"Mana sempat Papa mengurusi hal remeh seperti surat tilang..??" Andreas terkekeh.

Rendy terdiam mendengarnya.

"Pokoknya kau tinggal tutup mulut, diam dan ikut aku." Andreas menoleh sebentar ke arahnya, sebelum fokus kembali ke depan.

Rendy menyandarkan punggungnya pada jog mobil sambil menghela nafas panjang.

"....Ngomong-ngomong...akan ke mana kita...?" tanyanya karena ia baru sadar jika itu bukan jalan menuju Rumahnya.

"Ke Club, ada Brian di sana." jawab Andreas tanpa menoleh ke arahnya.

"Apaa...??" mata Rendy membukat memandang orang yang di akui sebagai saudranya tersebut dan tengah menyetir. "Ini masih siang, semalam Tuan Muda juga baru saja dari Club, masa ini mau ke sana lagi...??" Rendy tak habis pikir.

PSYCHOPATH LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang