9.PAPA

1.3K 107 5
                                    

Saat Johan dan Lira sampai di ruang tengah yang luas dengan kursi-kursi besarnya yang terbuat dari akar pohon dengan lapisan empuk di dudukannya dan bantal-bantal kursi dengan cover nya yang bergaya bohemian.

Di situ telah duduk Seorang laki-laki berusia sekitar setengah abad yang tampak begitu berwibawa dengan kaos polos biru berkerah nya.

Di kursi lainnya duduk pula seorang wanita seusianya,dengan rambut panjangnya yang tergelung rapi tengah tersenyum ke arah mereka.

"Mamah...??" Wajah Lira seperti tak percaya.

Wanita yang ternyata adalah Ibu nya itu bangkit dari duduknya dan merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum.

"Apa kabar Lir...?" ucap Liana dari kejauhan.

Senyum di wajah Lira langsung merekah. Ia berlari menghambur ke arah wanita itu dan memelukny erat.

"Kangen banget aku..." ucap nya sambil memandangi wajah wanita yang telah melahirkannya itu.

"Mama juga kangen padamu Sayang..." di kecup nya pipi kanan dan kiri putri nya dengan sayang.

"Bagimana pekerjaanya apa lancar...?" tanya Lira sambil memandangi wajah Ibu nya yang selalu terlihat cantik di matanya.

"Semua berjalan lancar berkat kerja keras Papamu." jawab Liana sambil membelai-belai rambut panjang anak gadisnya.

Sebelum kemudian wanita berusia sekitar 47 tahunan itu sadar jika ada Johan juga berdiri di belakang putrinya.

"Kemari lah Sayang..." Liana gantian merentangkan kedua tangannya dan berjalan ke arah Johan dan memeluknya. "Apa kabar President BEM kita..?" ia tersenyum sambil melepas pelukannya dan tersenyum memandangnya.

"Sangat baik Ma." Johan ikut tersenyum.

"Sepertinya hanya 1 bulan Mama tinggal, tapi kau semakin tinggi dan tampan saja." Wanita itu mengusap lembut pipi Johan yang masih menyungging senyum.

"Kak Johan di Kampus ternyata banyak yang suka Ma." Lira berkata sambil menyalami Papa nya yang tidak begitu peduli dengan adanya Johan di situ.

"Papa sehat...?" tanya Lira setelah mencium punggung tangan Papa tirinya.

"Sangat sehat Lir." Aji tersenyum hangat memandangnya, membuat wajah Lira tersenyum cerah.

"Apa Papa tahu kalau Kak Johan ternyata sangat terkenal di Kampus..?" Lira berkata setelah duduk di sebelahnya.

"Terkenal..??" Lelaki paruh baya itu menarik ujung bibirnya membentuk senyum meremehkan tanpa melihat ke arah anak lelakinya yang duduk tepat di seberang meja.

"Tentu saja terkenal." Liana yang akhirnya menimpali. Di pandagjya Johan dan di tepuk-tepuk pundak Johan yang duduk di sampingnya pelan.

Kini mereka berempat duduk berhadap-hadapan di ruang tengah bergaya etnic-bohemian dengan banyakny ornamen kayu yang di ukir dan warna-warni hiasan dinding yang saling bertabrakan warna.

"Anak Mama ini ganteng, pintar, baik lagi." Liana kembali berkata sambil memandangi wajah anak tiri nya itu dari samping. "Mama sangat beruntung punya anak Johan." ia tersenyum lebar.

"Jadi mama juga sudah tahu jika Kakak itu President BEM..??" mata Lira membulat.

"Tentu saja." Ucap Liana penuh kebanggan. "Hanya saja Kakak mu tidak banyak bicara, sama seperti Papamu." Liana melihat ke arah Suaminya. "Mereka hanya berbicara jika di tanya." ia terkekeh.

"Iya, Papa dan Kakak memamg mirip." Lira tertawa.

Ia menoleh ke arah Ayah tirinya yang duduk di sampingnya. "Papa tahu, saat mengetahui kalau Kakak adalah President BEM, Lira bangga sekali dan jadi sombong." Gadis berkuncir dengan rambut nya yang bergelombang itu tersenyum lebar. " Soalnya Lira jadi lebih di perhatikan baik Senior atau pun teman seangkatan." lanjutnya.

PSYCHOPATH LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang