SP Massal

2K 118 31
                                    

Happy Reading! 😘

💍💍💍

"Really Del? Harus banget lo ngasih surat peringatan ke semua karyawan hanya gara-gara masalah sesepele ini?" tanya Genta dengan nada tak percaya dan raut tercengang. Mulutnya bahkan sudah menganga lebar saking tak percayanya dia akan apa yang baru saja diperintah oleh atasan sekaligus 'sahabatnya' itu.

Adel mengerutkan alisnya heran. "Sepele lo bilang?"

Dagunya terangkat tinggi, menentang sekaligus menantang pendapat Genta yang menurutnya sangat meremehkan masalah seserius ini. "Sebagai seorang manager HRD yang kompeten, seharusnya lo tahu masalah sesepele apapun bisa saja mengambil andil yang cukup besar dalam mempengaruhi kinerja dan hasil kerja seorang pekerja."

Genta mendengus. Ia mengesampingkan surat-surat peringatan yang terletak di mejanya ke pinggir meja. "Iya, gue tahu soal itu. Tapi, hanya gara-gara gossip yang belum tentu benar-"

"Emang nggak benar! Bukan belum tentu benar lagi!" hardik Adel dengan cepat.

Genta memutar bola matanya malas. "Yeah, whatever."

Adel melotot keji. Tak suka Genta meremehkan masalah yang menurutnya cukup serius ini. Di bagian mananya kalau masalah gossip panas yang bisa saja merusak nama baik suaminya bahkan mencemari reputasinya itu bisa dianggap sepele?

Genta menghembuskan nafas kasar. "Oke-oke, gue ngerti." Ia mengangkat kedua tangannya ke udara. "Oke, sesuai dengan keinganan lo, let's back to topic, hanya gara-gara gossip yang tidak benar itu, lo sampe menyuruh gue untuk menyebarkan surat peringatan ke seluruh pegawai di kantor? Apa lo nggak mikir itu terlalu berlebihan? Lo nggak mikir apa yang akan semua karyawan pikirkan tentang lo?"

Adel menaikkan alisnya, menuntut penjelasan lebih lanjut secara tidak langsung.

Genta mendengus kesal. "Maksud gue gini loh Del. Gue tahu gossip panas itu bisa membuat Danu alias si pria kampung yang entah karena apa bisa beruntung menjadi suami sah lo, di mata agama baik di mata negara sekalipun-..."

Adel memutar bola matanya jengah. "Lo bisa nggak sehari aja nggak nyinyirin suami gue?"

Genta membuka mulutnya, matanya menatap tak percaya ke arah Adel. Ia lalu berpura-pura membersihkan kedua telinganya. "Gue nggak salah denger ini?" Ia lalu secara dramatis menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lo sebut si pria kampung itu apa tadi? Suami?"

Adel menatap jengah ke arah Genta. "Ya terus? Lo maunya gimana? Pria yang selalu lo sebut-sebut sebagai pria kampung yang beruntung menjadi suami gue itu, ya, memang suami gue. Mau kayak manapun, Danu tetap akan menjadi suami gue sampai kapanpun. Dan lo nggak bisa ngelakuin apapun untuk mengubah fakta dan kenyataan itu."

Genta mencibir. "Sampai kapanpun?" Ia berdecih, melampiaskan kekesalannya sebelum kemudian tersenyum miring. "Ya, dia bakal tetap menjadi suami lo..." Ia menjeda sebentar, menatap lurus tepat ke kedua bola mata Adel yang balik menatapnya dengan sorot ogah-ogahan.

"Apa lagi sekarang?" sahut Adel dengan nada malas. Mulai bosan ngeladenin Genta bicara.

Genta tersenyum lebar, matanya berbinar penuh harap. "Unless si pria kampung itu lo ceraikan!"

Wajah Adel mengeras, rahangnya mengetat seketika. Ia menggeleng dengan tegas. "Nggak! Kami nggak akan pernah cerai. Jadi, daripada lo nyia-nyiain waktu berharga lo buat nunggu gue jadi janda, mending lo cepat-cepat cari jodoh lo."

Senyum Genta sirna sempurna dalam hitungan sepersekian detik.

Lalu, tanpa memperdulikan ekspresi Genta yang sudah lemas tak berdaya, Adel dengan santainya menambahkan, "Cepetan atuh Gen, kasihan jodoh lo lagi kesasar. Daripada lo sibuk ngejar gue yang jelas-jelas udah jadi istri orang, mending lo buruan ngejar jodoh lo yang kali aja sedang tersesat di pasar."

DANDEL | ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang