Happy Reading! 😘
💍💍💍
"Mau kemana kamu?" tanya Adel heran saat melihat Danu berpakaian rapi sepagi ini.
Danu menoleh sekilas ke arah Adel sebelum kemudian lanjut memasangkan sepatu boots hitam—pemberian Adel sebagai hadiah ulang tahunnya atas permintaan dari Danu sendiri—di kedua kakinya. "Mau ke pasar bentar, Bu. Belanja buat bahan makanan harian kita. Soalnya, udah ludes semuanya. Nggak ada lagi bahan mentah yang tersisa di dalam kulkas."
Adel mengerutkan keningnya. "Ngapain harus ke pasar? Ke supermarket kan bisa?"
Danu menggeleng pelan. "Bagusan belanja dari pasarnya langsung, Bu. Ikan-ikannya masih pada segar. Beda dengan ikan-ikan yang sudah sampai di supermarket. Kebanyakan udah nggak sesegar aslinya karena sudah diberi formalin biar bisa tahan lama kalau belum laku dalam satu hari."
Adel manggut-manggut mengerti. "Kalau saya mau ikut, boleh?"
Danu sontak menolehkan kepalanya sepenuhnya ke arah Adel. Tatapannya terlihat sangat kentara kalau dia benar-benar merasa terkejut akan pertanyaan yang diajukan oleh Adel barusan.
Danu menatap ragu ke arah Adel yang sudah berjalan mendekati dirinya yang masih duduk bersila dengan satu kaki tertekuk ke atas. "Bu Adel seriusan mau ikut saya pergi ke pasar?"
Adel hanya mengangguk membenarkan.
"Yakin?"
Adel mengangguk lagi. "Yakin. Emang kenapa? Nggak boleh ya?"
Danu tentu saja menggeleng. Bukan itu maksudnya bertanya seperti itu. "Bukan begitu, Bu. Tentu saja boleh. Tapi Bu Adel beneran yakin mau ikut saya pergi ke pasar? Ini pasar loh, Bu. Tempatnya pasti tidak sebersih dan senyaman berbelanja di supermarket."
Mendengar penjelasan Danu membuat Adel seketika terdiam. Benar juga.
Adel menghela nafas. "Tapi saya nggak suka ditinggal sendirian di dalam rumah. Nggak ada teman ngobrol. Kalau saya jadi gila gimana? Emang kamu mau pulang-pulang, bukannya disambut-"
Danu memotong ucapan Adel yang menurutnya sudah ngelantur bebas. Tidak boleh dibiarkan. Ia tidak mau mendengar kelanjutan dari ucapan ngelantur yang dilontarkan oleh Adel barusan. "Hus! Nggak boleh ngomong begitu. Nggak bagus."
Adel mengangguk mengiyakan. Satu alisnya naik, "Jadi gimana? Saya boleh ikut pergi kan, bareng kamu?"
Danu mengangguk pasrah. Sepertinya mereka akan cukup lama nyangkut di pasar nanti. Ia yakin sekali kalau istrinya itu pasti akan menghabiskan banyak waktu dan tenaganya buat ngomel-ngomel sebel karena kondisi pasar yang jauh dari kata bersih dan rapi.
Ya gimana mau bersih dan rapi? Namanya juga pasar.
Jalannya tidak ada yang rata. Banyak bolong-bolongnya. Bahkan ada banyak lubang dan kolong tikus yang bertebaran di setiap sudut. Belum lagi kalau hari tidak mendukung alias hujan mengguyur pasar tersebut.
Udah tubuh kehujanan, kaki juga jadi ikut-ikutan kotor karena terkena becek lantaran tidak sengaja memijak lubang-lubang (besar-medium-kecil, semuanya ada, lengkap bener jenis dan ukuran-ukurannya) yang mencuat ke atas kek bilang cilukba Adel, nongol di sepanjang jalan pasar tersebut.
Danu menahan tubuh Adel yang ingin pergi keluar dengan menggunakan sandal jepit merek Hermes kesukaannya setiap kali wanita itu ingin pergi keluar, sekedar untuk jalan sore atau jalan santai buat cari udara segar setelah seharian lelah berkutat dengan pekerjaannya di kantor atau sebelum ia kembali berkutat dengan pekerjaannya alias lembur di rumah.
Tentu saja acara jalan-jalannya Adel itu selalu ditemani oleh Danu yang tetap setia mendampingi istrinya kemanapun istrinya itu bepergian tanpa harus diminta duluan karena Danu sendiri lah yang selalu mengajukan dirinya untuk menemani Adel pergi kemanapun ia mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDEL | ON GOING
RomanceAdel Winata (25) dipaksa orangtuanya untuk segera menikah kalau tidak mau dijodohkan dengan anak teman mama-papanya. Adel yang frustasi pun mengatakan pada dirinya sendiri pria pertama (siapapun itu) yang masuk ke ruangannya akan dia jadikan suaminy...