Happy reading...
•
•
•
Rea melirik Satria sekejap, lalu kembali memfokuskan dirinya pada makanan yang kini tinggal setengah. Meskipun cafe ini cukup ramai, meja yang mereka tempati sangat sunyi. Bahkan beberapa pengunjung lain sempat melirik ke arah meja mereka. Karena pada umumnya, pelajar seperti mereka akan berisik. Tetapi sebaliknya, mereka sepi sunyi seperti di kuburan. Ya, mereka sedang makan di cafe seperti yang di rencanakan. Meskipun tadi ada sedikit kendala saat Rea meminta izin pada Audy. Ada sedikit perdebatan diantara kakak beradik itu."Ekhem" salah satu teman Satria berdehem. Tampak nya dia tidak suka suasana seperti ini. Karena sejak tadi dia kelihatan gelisah, mirip seperti orang yang menahan sesuatu.
"Btw, kita belum kenalan." Ujarnya memberi tahu, matanya melirik satu persatu lima manusia manusia yang duduk disekitarnya.
"Oiya. kalau begitu kenalin, gue Andin. Kelas kita tetanggaan." Ucap Andin tersenyum lebar, tangannya terulur di atas meja. Hal ini sering sekali terjadi ketika berkenalan dengan orang baru. Mengingat Karena tingkat malu nya sudah diambang batas.
Dengan tersenyum lebar juga, teman Satria itu menjabat tangan Andin. "Kenalin juga, gue Ivan."
Sama seperti Andin, Fanny juga Rea memperkenalkan diri mereka masing masing. Tetapi Fanny dan Rea tidak tersenyum selebar Andin.
Ketiga cewek itu beralih menatap teman Satria yang belum di ketahui namanya. Dari tampangnya, mungkin sikapnya lebih dewasa di antara mereka bertiga. Namun belum tentu dia yang lebih tua. Karena terkadang umur seseorang itu tidak sesuai dengan sikapnya.
Ia tersenyum tipis, lalu memperkenalkan diri sekenanya saja.
"Gue Araf."
Singkat, padat, dan jelas.
"Sebenarnya sih kita udah pada tau nama kalian. Cuma ya-"
"Udah deh, diam."
Satria terkikik geli melihat kedua teman atau mungkin sahabat nya. Ivan adalah tipikal orang yang seperti Andin, periang. Sedangkan Araf lebih banyak diam.
"Nanti gue anterin Lo ya?" Tanya Ivan pada Andin saat mereka selesai menghabiskan makanan nya. Salah satu cara pendekatan mungkin.
"Eh, gak usah. Gue mau ke rumah Rea dulu. Gue sama mereka aja." Ucap Andin, mengingat bahwa ia ingin bertemu dengan Audy.
"Biar gue aja yang anterin kalian bertiga." Ucap Satria setelah menyesap sedikit minumannya. "Gue yang ajak, biar gue aja yang anterin mereka." Lanjut nya lagi.
Ivan cemberut, "Gak asik Lo" Ujarnya sedih meratapi nasib.
"Udah gak apa apa, kita minta supir aja biar jemput kalau gak ya naik taksi aja." Ucap Rea mencoba menolak. Selain tidak enak, Rea juga malas.
"Kita sebagai laki laki akan bertanggung jawab atas kalian-"
Belum sempat Ivan menyelesaikan ucapannya, Andin lebih dulu menyela. Pikirannya sudah traveling kemana mana.
"Heh, emang Lo apain kita?!"
Ivan menggeleng cepat, "eh, gak, gak gitu maksudnya-"
"Udah, gue yang anterin titik." Tekan Satria tidak mau di bantah.
"Terserah deh." Ucap Rea pasrah.
Fanny dan Araf hanya menyimak, tidak ada niatan untuk mengikuti obrolan teman teman mereka. Menurut mereka itu sama sekali tidak penting.
Mereka mengobrol banyak, dari yang penting sampai yang sama sekali tidak penting pun kadang di perdebatkan. Mereka juga membahas saat Rea melempar bola dengan emosi kepada Satria. Dan itu adalah salah satu topik perdebatan yang ada.Tak terasa sudah satu jam lamanya mereka di cafe.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
Teen FictionBaca aja dulu, siapa tau kecantol:) *** Tidak ada yang mengerti jalan takdir. Sama halnya dengan gadis yang kerap kali di panggil Rea itu. Gadis yang sama sekali belum pernah merasakan sendiri tentang rasa cinta. Sampai dia datang, membawa Rea melay...