Welcome to my story..
Happy reading..
•
•
•
Langkah kakinya memelan, seketika dirinya mengalami penurunan mood. Rea memutar bola matanya malas. Selalu saja, saat dirinya melewati lapangan basket untuk sampai di kelas XII IPA1. Suara cempreng nan keras memenuhi lapangan itu. Ini masih terlalu pagi untuk berlatih basket, tetapi mereka sudah disana di tambah dengan penggemar penggemar yang berisik.Rea adalah tipe orang yang tidak terlalu menyukai keramaian, apalagi di pagi hari nya yang selalu membosankan. Dirinya kadang menganggap bahwa anak basket itu sedang pamer dan cari perhatian. Karena sejak pagi pagi sekali mereka sudah berlatih di sarang mereka.
"Re"
Kepala Rea menoleh ke sumber suara, meski ia tahu siapa pemilik suara cempreng itu. Bibir yang semula tertutup rapat, kini tersenyum lebar menampakkan deretan gigi putihnya. Rea memang pendiam, tetapi bukan berarti dia dingin. Perlu di ingat bahwa Rea bersikap pada tempatnya, ia tahu betul apa yang di lakukan dan kapan melakukan nya.
"Hai, Din." Sapa Rea pada pemilik suara tadi, Andin sahabatnya. Namun Andin tidak mengindahkan sapaan Rea, kepalanya celingak-celinguk mencari sesuatu.
"Woy, gue disini." Seru Rea, Andin segera menoleh dan tersenyum tanpa dosa. "Gimana sih, Lo yang nyapa duluan terus Lo juga yang cuekin gue? Dasar aneh." gerutu Rea.
Andin menyengir lebar, tangannya menggaruk tengkuk yang sepertinya tidak gatal sama sekali. "Ya maaf, Aneh aneh gini juga sahabat lo Re. By the way, Fanny mana?"
"Mana gue tahu, gue aja baru berangkat. Mungkin di kelas, tuh anak kan rajin." Ucap Rea menggidikkan bahunya. Kemudian menggandeng Andin untuk segera pergi ke kelas mereka, kelas 3 IPA1.
Baru saja dua langkah sejak tempatnya mengobrol dengan Andin, sebuah bola basket nyaris mengenai nya. Bola itu memantul kurang lebih dua senti dari sepatu nya.
Rea menggeram kesal, ia memang aktif di bidang olahraga tetapi Rea membenci basket. Karena setiap olahraga basket, kepalanya selalu terbentur bola. Dan itu sangat rutin. Pernah sekali Rea berpikir jika kepalanya terus terkena bola basket, kemudian pingsan beberapa lama, dan terbangun dengan keadaan amnesia. Mungkin terdengar konyol tetapi Rea sungguh sungguh tidak mau.
"Eh lo. Tolong lemparin bola nya kesini." Seorang cowok berteriak dari lapangan sambil menunjuk bola dan Rea.
Dengan asal, Rea melempar kan bola itu ke lapangan kembali. Rea menggunakan emosi sehingga bola memantul keras. Mempersulit cowok itu untuk menangkap bola yang di lempar.
"Makasih. Lain kali santuy dikit boleh?"
Rea menggenggam tangan Andin dan menyeretnya ke kelas. Tidak peduli teriakan anak basket itu, bahkan tidak peduli Andin yang kebingungan dengan sikap Rea.
"Lo kenapa re?" Tanya Andin saat sudah memasuki kelas XII IPA1, lebih tepatnya saat mereka duduk di bangku masing masing.
Fanny yang sudah duduk di bangkunya menoleh ke samping, lalu membalikkan tubuhnya untuk menghadap ke dua sahabat nya. Menyiapkan telinga untuk mendengar kan.
"Emang gue kenapa?" Balas Rea dengan wajah polosnya. Dia berdehem sebentar lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi.
"Ck, si anak basket. Lo kenapa sama dia?" Ucap Andin menatap Rea. Andin merubah posisinya menghadap ke belakang. Karena posisi tempat duduknya di depan pojok, dan Rea tepat di belakangnya. Sedangkan Fanny duduk di samping Rea.
"Gak ada apa-apa." Ucap Rea santai, tetapi Andin tetap kekeh. Andin dapat melihat sesuatu dari mata Rea. Sesuatu yang cewek itu sembunyikan.
"Jujur !! Lo kenapa sama anak lempeng itu." Tegas Andin sedikit berteriak. Ia kenal Rea bukan sehari dua hari saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
Teen FictionBaca aja dulu, siapa tau kecantol:) *** Tidak ada yang mengerti jalan takdir. Sama halnya dengan gadis yang kerap kali di panggil Rea itu. Gadis yang sama sekali belum pernah merasakan sendiri tentang rasa cinta. Sampai dia datang, membawa Rea melay...