Part 9 - pernyataan

10 3 0
                                    

Happy reading...


Dua minggu sudah berlalu, banyak yang berubah diantara mereka. Kini mereka lebih dekat dan sering menghabiskan waktu bersama. Entah itu belajar atau hanya sekedar main-main.

Dan dua minggu itu Rea gunakan untuk berpikir matang matang apakah perasaan itu benar adanya. Rea masih bimbang, dia tidak mengetahui dengan pasti. Jujur saja dia sama sekali belum mengatakan nya pada siapapun termasuk sahabat nya.  Hanya Rea dan tuhan saja yang tau. Mungkin.

Sekarang Rea dan yang lainnya sedang berada di perpustakaan. Mereka sibuk mencatat ini itu untuk bahan belajar. Sebentar lagi ujian akhir semester 1, mungkin sekitar tiga hari lagi. Dan setelah itu akan datang waktu yang ditunggu-tunggu oleh siswa siswi, libur semester. Namun mereka akan kembali dipusingkan oleh teori teori di semester 2.

Ivan menggaruk garuk kepalanya, "Apaan nih?!"
Ucapnya frustasi. Sepertinya tidak paham tentang soal matematika didepannya.

Andin yang duduk disebelah nya menoleh, ia sedikit melihat soal milik Ivan, lalu menggeser sedikit kursinya untuk mendekat.

"Oh ini, gue ada catatan nya." Andin membolak balikan halaman per halaman. Lalu menunjuk tulisan yang dimaksud. "Ini pakainya rumus ini, Coba deh."

Kejadian itu tidak luput dari mata Araf.
Araf melirik Fanny yang berada disampingnya, berusaha memberi tahu apa yang dia lihat. Sedangkan Rea dan Satria tengah sibuk dengan kertas kertas memusingkan milik masing masing.

"Fan, Fanny."

Fanny masih terfokus pada buku bukunya. Belum menyadari panggilan Araf.

"Hey, Fanny. Hey, Fanny."

Kali ini Fanny menoleh, sebelah alisnya terangkat. Tanpa berbicara Araf menjawab dengan menggunakan bahasa tubuh dan kontak mata.

Fanny tersenyum melihat interaksi antara Ivan dan Andin. Ia sudah bisa melepaskan Davi, meskipun ia tetap berulah. Sehari setelah acara penghiburan Andin, cewek itu masih belum tenang. Melupakan tidak semudah itu. Ia hanya memecahkan cermin di kamarnya karena emosi, Setidaknya tidak separah sebelumnya.

"Raf, beli makanan yuk."

Araf mengangguk, kemudian ia dan Fanny beranjak pergi tanpa berkata apapun. Suasana kembali sunyi, mereka fokus terhadap kegiatan masing-masing.

Namun tak lama kemudian, suara bising yang dibuat Rea mengalihkan atensi Satria. "Kenapa Re?"

Tanpa menoleh ia menjawab, "Buku kimia kemana ya?"

Satria ikut mencari buku kimia yang tadi sempat diambil nya dari rak. Ikut memilah milah kertas dan buku, namun nihil, mereka tidak menemukan nya.

"Cari lagi aja yuk."

Mereka berjalan menyusuri rak, menengok ke kanan dan kiri. Dalam keheningan itu, Rea berusaha menenangkan diri dari rasa gugupnya, Karena dia tidak terbiasa berduaan dengan laki laki. Meskipun dia sesekali hanya berdua, tetapi tetap saja ia merasa gugup.

Sampailah mereka dibagian rak buku kimia, dengan segera Rea memilah Milah mencari buku yang ia inginkan. Namun ekor matanya menangkap sosok Satria yang terus menatap nya dengan tersenyum.

Rea mencoba menyibukkan diri dengan membolak-balikan halaman. Tetapi Satria masih belum bosan menatapnya. Rea menggerutu dalam hati, dia sungguh tidak nyaman.

Dengan sedikit deg degan, Rea menatap manik mata Satria. "Kenapa liatin gue terus?"

Satria enggan menjawab, ia masih saja tersenyum sambil menatap wajah Rea. Rea jadi takut sendiri kalau Satria gila.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang