Oh, hai?Lelaki tampan berkaki panjang tersebut mempercepat langkahnya; menyusuri bukit yang dilapisi oleh rerumputan hijau. Basah. Daun-daunan di sekitar sana masih meneteskan titik demi titik air. Udara masih terasa dingin, karena waktu juga baru menunjukkan pukul 6 pagi.
Terlalu awal untuk pergi mendaki sebuah bukit yang lumayan tinggi.
Sampai di puncak, ia menolehkan kepala dengan gusar. Seakan-akan mencari sesosok makhluk yang telah lama dinanti. Memendam rindu terlalu lama; hal terburuk yang tidak pernah menjadi keahliannya.
"Kau disini?"
Dengan cepat ia membalikan badan, bertemu pandang dengan wanita cantik berambut panjang tersebut. Lalisa. Lagi dan lagi, Johnny bertemu dengannya. Masa lalu mereka belum selesai. Masih ada banyak benang kusut yang belum rapih, dan banyak tali penghubung yang tak pernah putus.
"Bahkan, kau menginjakkan kaki ke tanah ini. Kau benar-benar merindukannya, ya?"
"Lis, dimana dia?" Suara tersebut terdengar bergetar. Sarat akan rasa sakit dan siksaan.
Lisa? Ia hanya tersenyum. Menggeleng kecil lalu mengalihkan pandangan; menatap pemandangan kota yang terlihat menakjubkan dari atas sini.
Merasa gusar, Johnny berteriak. Mencoba membuat wanita tersebut membuka mulut. Ia sudah sampai disini, dan justru tidak menemukan sesuatu yang dicarinya? Johnny benar-benar marah. Merasa diabaikan, Johnny dengan kasar mencengkram bahu wanita cantik tersebut.
Membuat sang korban akhirnya menatap iris sekalam malam dihadapannya.
"Ia tidak disini."
•••
Arga menatap pantulan diri di cermin sekali lagi, memastikan bahwa ia sudah tampil mempesona tiada banding. Ia memasang dasi, merapihkan sabuk, lalu memakai penjepit dasi.
Sebenarnya, sebuah pemandangan langka jika melihat seorang Argadery memakai seragam lengkap seperti ini. Ia terbiasa urakan, dan jarang terlihat rapih. Jika kalian tanya, apa alasannya merubah penampilan? Ya, jawabannya cuma satu. Karena, Arga mau berubah.
'Mau memantaskan diri buat Bulan.' -Arga.
Setelah dirasa siap, Arga melangkahkan kaki menuruni tangga. Hari ini, ia ceria.
Kenapa?
Ya, gak tau juga sih. Semenjak pacaran sama Juna, Arga jadi merasa semangat terus. Bawaannya happy aja, kaya gak ada beban hidup.
Baru akan melewati meja makan, ayahnya bersuara. "Arga?" Panggil ayahnya, membuat Arga mau tak mau menghentikan langkah.
"Iya yah, kenapa?" Arga menoleh, mendapati sang ayah tengah duduk manis sembari menyeruput kopi. Jujur saja, ayahnya itu tampan. Arga mengakui itu. Tapi, entah mengapa, Arga merasa bahwa ada beberapa titik di wajah sang ayah yang membuatnya terlihat cantik.
Seperti Arjuna. Bisa tampan, tapi bisa cantik.
"Ayah mau bicara sebentar, boleh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Star • Henxiao
Romance"Karena pada dasarnya, laki-laki diciptakan untuk perempuan. Bukan untuk sesamanya." So, what if we rewrite the star?