Tyan melangkahkan kaki memasuki sebuah restoran cepat saji. Ia memesan beberapa menu, sebelum akhirnya duduk di sebuah meja yang terletak di pojok sembari membawa nampan. Tyan tengah menunggu putranya dan sang sahabat saat ini, jadi ia hanya diam sembari memainkan ponsel.Melihat perkembangan perusahaan tempatnya bekerja, dan memasang wajah datar tanpa arti.
"Kira-kira Arga suka ini tidak, ya?"
Tyan memandang lekat foto motor sport keluaran terbaru di layar ponselnya, mempertimbangkan apakah sang anak akan menyukai barang tersebut atau tidak. Kalau memang suka, Tyan mau kasih. Sebagai kado awal berbaikan, katanya.
"Hey."
"Oh, kau disin--"
"Long time no see, Tyandra Revalio."
Lelaki berwajah mungil tersebut terdiam. Mematung akan kehadiran tiba-tiba dari seorang bajingan yang selalu dihindarinya sepanjang hidup. Bajingan yang dulu menjadi sahabat seperjuangannya. Bajingan yang dulu selalu didukungnya. Bajingan yang dulu selalu menemani langkahnya. Bajingan yang dulu selalu menjadi inspirasinya. Dan,
Bajingan yang kini merebut seluruh kebahagiaannya.
"Bahkan setelah hampir 18 tahun tidak bertemu, kau masih sama."
Tyan mengeraskan rahang, berusaha menahan emosinya yang meletup-letup, "apa maksudmu, bajingan."
"Kau masih tetap cantik."
Senyuman miring menghinggapi wajah seseorang dihadapannya, membuat Tyan berusaha setengah mati untuk tidak mengamuk.
"Pergi sekarang sebelum aku benar-benar marah."
Lelaki asing dihadapannya hanya tertawa renyah, membuat emosi Tyan semakin menjadi-jadi.
"Karna ini permintaanmu, maka akan ku ikuti. Jangan lupa, aku masih mencintaimu sampai detik ini."
Setelah mengatakan sepenggal kalimat penutup, lelaki tampan berwajah bak dewa yunani tersebut bangkit dan menjauh. Tyan memutar bola mata, memandang ke sembarang arah demi menahan air matanya yang mulai menumpuk.
'Jangan lemah, Tyandra. Kau harus kuat.'
"Ayah, kau baik-baik saja?"
Suara berat Arga sukses membangunkan Tyan dari lamunannya, membuat lelaki tersebut langsung memasang senyuman palsu disertai anggukan kecil. Ia memandang putranya, lalu memandang pemuda lain yang berdiri di sebelah putranya. Pemuda tersebut terlihat lucu; tenggelam di dalam hoodie oversize berwarna baby blue. Jangan lupakan kacamata baca yang membingkai lensa kecoklatan tersebut.
'Pantas saja Arga tergila-gila.'
"Duduklah, ini pesanan kalian."
Bisa ditangkapnya kesan canggung dari pemuda tadi. Sebut saja Juna. Pemuda mungil tersebut terlihat begitu berhati-hati atas semua perbuatannya, pun dengan pandangan matanya.
'Apa wajahku terlihat menyeramkan, ya?'
Memang dasarnya wajah Tyan itu keras, jadi berdiam pun terlihat mengerikan. Hal ini tentu membuat Juna semakin canggung. Bayang-bayang mengerikan tentang kelanjutan hubungannya dengan Arga menari-nari di dalam otaknya.
'Juna belum mau putus..' -Arjuna.
"Bul, kenapa sih?" Arga menyenggol bahu sang pacar dengan lembut, membuat Juna tersadar dari lamunannya. Ia menggeleng kecil, mengusir bayang-bayang adegan Tyan tidak terima anaknya belok lalu mengusir Juna dengan dramatis dari dalam fikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Star • Henxiao
Romance"Karena pada dasarnya, laki-laki diciptakan untuk perempuan. Bukan untuk sesamanya." So, what if we rewrite the star?