'now playing
Orange by TreasureArga membuka kulkas, menengok isi yang mulai berkurang. Tangan sebelahnya menggenggam ponsel yang masih menempel di telinga. Setia mendengarkan ocehan demi ocehan yang keluar dari sang kekasih, Arjuna.
Banyak yang Juna bagikan dengannya dari sambungan telpon tersrbut. Mulai dari kekesalannya akan keribetan guru mtk wajib, sampai stress yang dialaminya karna Ujian Nasional yang tersisa satu bulan ke depan.
Menemukan apa yang diingankan, Arga membawa keluar sekotak jus buah miliknya. Dengan langkah santai, ia membawa diri ke sofa ruang keluarga.
"Ngeselin banget Bin, sumpah. Masa iya ngasih latihan soal sampai 240 butir, padahal bulan depan mau UN. Udah gila emang."
Arga tertawa setelah menyeruput jus nya. Ocehan masih dilanjut, dan Arga masih setia mendengarkan.
"Bete banget.."
Mendengar itu, ia terernyum. Jika sudah begini, artinya mood Juna memang luar biasa hancur. Bisa-bisa, dia nangis semalaman sangking kesalnya.
Arga mengangkat kepala, menatap jam dinding yang menunjukkan pukul setengah 5 sore. Belum terlalu larut buat keluar bareng.
"Yuk jalan."
"Eh?"
"Siap-siap ya, 15 menit lagi aku sampe rumah."
Setelah hening, senyumannya merekah ketika mendengar persetujuan dari pihak lawan. Sambungan terputus, dan Arga membawa diri untuk mandi serta bersiap-siap.
Sedangkan di sini, Juna tengah menahan detak jantungnya mati-matian. Ia kira, Arga hanya menganggap cerita dan keluhannya sebagai angin lalu. Taunya, malah bertindak untuk memperbaiki mood-nya. Ini yang membuat Juna jatuh cinta, Arga sangat mengerti perasaannya. Mungkin, Arga tidak tau apa yang ia butuhkan, apa yang ia inginkan, dan apa yang bisa menjadi jalan keluar dari setiap masalahnya. Namun, Arga selalu memiliki cara untuk menenangkannya di setiap masalah.
Arga memahami Arjuna bahkan melebihi dirinya sendiri.
'Kalau gini caranya, gimana aku bisa siap ngelepas kamu, Bin?'
Bangkit. Juna memilih untuk bersiap jalan ketimbang mengingat beban barunya.
•••
Satu titik utama di muka bumi ini mulai tenggelam di arah barat, bergerak menurun secara perlahan. Membiarkan langit biru tergoreskan oleh bias oranye indah yang dapat memanjakan mata siapapun yang melihat.
Tidak terkecuali seorang pemuda berbadan mungil yang duduk sendirian di pinggir danau kampusnya. Sebentar lagi adzan maghrib berkumandang, namun bokongnya sama sekali belum beranjak dan terus menempel pada hamparan rumput hijau yang terlihat sehat.
Angin berhembus, membelai lembut surai hitam pekat kebanggaannya yang ikut tergerak halus. Ia memejamkan mata, berusaha ikut terbawa oleh hembusan yang semakin lama semakin menyejukkan.
Seakan-akan mengajaknya untuk terbang dan melayang bersama. Meninggalkan semua rasa sakit yang selalu mengiringi langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Star • Henxiao
Romance"Karena pada dasarnya, laki-laki diciptakan untuk perempuan. Bukan untuk sesamanya." So, what if we rewrite the star?