Setelah mengaduk mie ayam nya selama beberapa menit, Ilyang dikejutkan oleh sebuah suara."Hai, boleh aku duduk disini? Meja lain sudah penuh, tidak keberatan, kan?" Suaranya terdengar halus menyapa pendengaran Ilyang. Dan, tanpa banyak bicara, ia mengangguk memberi izin. Membuat sang pemuda asing tersebut menorehkan senyuman sebelum akhirnya duduk dengan manis.
Merasa sangat asing, Ilyang menoleh lalu memberanikan diri untuk mengajak manusia disebelahnya berbicara. "Kamu siapa? Anak baru?"
"Bukan. Apa aku terlihat asing?" Pertanyaannya dibalas anggukan semangat dari sang lawan bicara, membuat ia tertawa.
Tawa yang terdengar merdu di telinga Ilyang.
"Areska, 12 IPS 1."
Ilyang tersenyum, menerima jabatan tangan tersebut dengan sumringah. "Geovani, 12 MIPA 4."
"Let's be friend!" Suara ceria Ilyang kembali dibalas tawa oleh manusia bernama Areska tersebut, yang akhirnya tersenyum manis.
"Ok, kita teman sekarang. Panggil aku Kun."
Ilyang mengerutkan dahi, "Loh, bukannya nama mu Areska? Trus, kenapa jadi Kun?"
"Karena, namaku Areska Kunantara. Hanya orang asing yang memanggilku Ares, sedangkan teman-teman ku memanggilku Kun."
Ilyang terdiam. Memangnya seorang manusia bisa memiliki dua nama untuk dua situasi yang berbeda ya?
Sadarkan Ilyang jika dia tadi mengenalkan diri sebagai Geovani, bukan Ilyang.
"Kau temanku, kan?"
Ilyang mengerjap, berusaha mencerna kalimat-kalimat yang keluar diiringi suara halus tersebut.
Hening.
"Uhm.." cicitnya, "aku temanmu."
Senyuman kedua insan tersebut menambah kesan hangat atas sesi perkenalan yang berlangsung singkat tersebut. Memutuskan mengubah status dari orang asing menjadi teman setelah saling mengenalkan nama satu sama lain. Berbincang hangat diiringi tawa yang sama-sama halus, seperti dua manusia berhati kapas yang dipadukan menjadi satu.
Mengundang tatapan menyakitkan dari sebuah atensi yang baru melangkah memasuki area kantin,
"Kau terlihat bahagia, Ge."
•••
Pernah tidak kalian memikirkan sesuatu yang tidak seharusnya kalian fikirkan? Mempertanyakan sesuatu yang juga tidak seharusnya kalian pertanyakan? Meragukan takdir yang telah tersusun bahkan sebelum manusia menginjak muka bumi ini, seakan-akan meragukan kuasa Tuhan atas segala kehendak-Nya.
Pernah?
Tidak. Arga tidak bermaksud untuk meragukan takdir yang telah dituliskan oleh Tuhan. Tidak juga bermaksud untuk menyalahkan Tuhan atas semua rasa sakit yang sudah menimpanya sedari dulu.
Hanya saja, ia ingin bertanya. Apa kesalahannya? Mengapa kisahnya begitu berantakan? Apa ia adalah seorang pendosa di kehidupan sebelumnya? Apa Tuhan dalam kondisi tidak baik ketika menciptakannya? Apakah ada kesalahan penulisan dari garis takdirnya?
Ia masih ingat.
Masih terekam dengan jelas di ingatannya, ketika 15 tahun lalu, wanita berparas cantik yang menenangkan tersebut meninggalkan dirinya. Melarikan diri dari rumah ketika hujan tengah mengguyur kota dengan deras, mengabaikan teriakan kecilnya dan memilih memasuki sebuah sedan hitam mewah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Star • Henxiao
Romansa"Karena pada dasarnya, laki-laki diciptakan untuk perempuan. Bukan untuk sesamanya." So, what if we rewrite the star?