BAB 03

341 57 5
                                    

Seoul, 15 Januari 2010

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seoul, 15 Januari 2010.

22:10 KST.

Sebuah kaki kecil berlari terseok-seok di tengah rerumputan yang lebat. Hujan deras tak menjadi penghalang, bahkan kaki telanjangnya tidak merasakan sakit saat menginjak ranting kayu. Tujuannya hanya satu, yaitu selamat dari ancaman orang jahat yang saat ini mengejarnya.

“Ke mana kau akan lari, sayang?"

Park Jiyeon semakin ketakutan, lekas bersembunyi di balik pohon besar yang ada di ujung jurang saat tak punya pilihan. Sedikit lagi, jika Jiyeon bisa bertahan maka ia akan sampai pada jalanan ramai. Setelah sampai, Jiyeon bisa meminta tolong pada orang-orang di sana

“Aku melihatmu,” ujar pria berjubah itu terkekeh.

Jiyeon kecil mengeratkan pegangan pisau di tangan mungilnya. Wajahnya sudah tergores oleh beberapa kayu saat ia berlari untuk bersembunyi. Jiyeon beberapa kali jatuh, bahkan sempat tak kuat untuk kembali berdiri.

“Apa kau masih ingin bersembunyi?”

Jiyeon menekan dadanya yang berdetak cepat. Saat ini Jiyeon benar-benar cemas. Bayangan menyeramkan pria itu menyebabkan ia takut. Jiyeon tidak bisa bertahan lama jika terus seperti ini. Orang itu pasti akan menemukannya.

“Eomma, appa,” bisik Jiyeon memejamkan mata.

“Dapat."

Jiyeon berteriak histeris saat tangan pria itu menarik lengannya. Ia berusaha melawan dengan cara menggigit jemarinya, dan pria berjubah itu mendesis sakit.

Gigitan Jiyeon cukup berbahaya, rupanya.

“Bocah kurang ajar,” sahut pria itu mengumpat marah. Segera menarik Jiyeon saat melihat bocah itu hendak kembali kabur.

Jiyeon meraung takut.

“Lepaskan aku paman,” lirih Jiyeon memohon. Pria berjubah hitam itu tertawa terbahak-bahak. Merasa wajah kesakitan dari Jiyeon adalah hiburan untuknya.

“Kenapa aku harus melepaskanmu? Apa kau tidak ingin bertemu ayah dan ibumu? Mereka sudah menunggumu.”

Jiyeon menggeleng. Air mata mengalir pada pipinya hingga Jiyeon merasakan pedih di seluruh wajah. Rambut panjangnya sudah acak-acakan, Jiyeon terlihat sangat kotor.

Mata Jiyeon melotot saat pria itu meraih pisau tajamnya, dengan spontan Jiyeon mendongkaknya hingga pisau itu terhantam jauh dari pandangan. Pria itu kembali mendesis kesal, sekarang raut wajahnya benar-benar terlihat marah.

“Beraninya kau.”

Sreett.

Jiyeon menggores leher pria itu dengan pisau. Setelahnya menekannya hingga pria itu kesulitan bernapas, darah segar mengalir begitu deras.

Comely PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang