The Third People

120 5 0
                                    

"Kau baik-baik saja Tsuki?" Shin bertanya dengan nada cemas dan lembut. Setelah dua hari melewati fase panas, Tsuki, nama omega manis-tampan itu sadar dan pulih.

"Enn.." Diangguki dengan manis. Sungguh, jika Tsuki tak memiliki temperamen angkuhnya ia akan mengacak rambut hitamnya.

"Masih tak mau makan?" goda Shin melihat mangkuk bubur tersebut bahkan tak bergerak sedikitpun. Padahal wajah bulat Tsuki pada awal pertemuan sudah berubah menjadi tirus karena kehilangan berat badan.

"Aku tak berselera, kau boleh pergi." Ia kembali bergelung dibalik selimut dan menggerutu.

Bukan tanpa sebab, ia berpikir dirinya ini lelaki macho tapi rasanya diperlakukan seperti anak gadis yang baru puber oleh ayahnya.

Disisi lain, Shin yang berbasiskan medis juga tahu, bagaimana kondisi Tsuki kini yang perlu mengisi kembali tenaganya. Tapi apa boleh buat, jika ia lapar, pasti akan makan juga pada akhirnya.

...

"Kerja bagus Ryuu.." Shin menepuk bahu sahabatnya yang lekas menyelesaikan misi dan dibalas deheman malas.

"Bagaimana kabarnya?" Shin mengernyit, siapa yang dimaksud Ryuu? Ia menatap lekat Ryuu yang baru saja melepaskan vest hitamnya.

"Kau tahukan? Omega rendahan itu." sarkas Ryuu, Shin sedikit marah ketika Ryuu tak bisa menjaga kata-katanya. Bagaimanapun, mereka sudah menjadi partner kemarin melalui tanda sementara.

Tak dapat dipungkiri alpha yang sudah memberikannya gigitannya akan merasa tertarik pada omega tersebut, secara sadar atau tidak.

Ini kesempatan bagus. Haruskah aku mencobanya? sebuah ide licik singgah dikepalanya.

"Ah Ryuu.. bagaimana ini? Ia tidak mau memakan sarapannya dan juga ia menolak untuk meminum obat pascaheat, jika diteruskan tubuhnya tidak akan bertahan lama saat periode berikutnya." Ucap Shin dibuat-buat. Sebagian kalimatnya adalah kebohongan.

"Tch.. Serahkan padaku.." Sambar Ryuu pada nampan ditangan Shin.

"Menyusahkan..." Kesalnya.

Shin tersenyum penuh arti lalu pergi menemui pasien lainnya.

Sesampainya didepan kamar Shin, Ryuu segera memutr kepala pintu hingga terbuka. Disana memang terdepat omega yang tengah meringkuk bak bola bulu didalam selimut.

Ia memerah tak sengaja melihat dada dan bahu yang terpampang karena kemeja yang kebesaran, dan itu adalah miliknya. Setelah memberi tanda sementara, Tsuki hanya bisa ditenangkan melalui feromon miliknya. Tidak mungkin berjaga sepanjang hari disamping omega melalaikan tugasnya.

"Oy.. Apa kau anak kecil?" Melihat wajah bangun tidur Tsuki entah mengapa membuat emosi Ryuu menguap terbang entah kemana.

"Siapa yang kau panggil anak kecil?" balasnya sembari mengucek mata yang masih gatal ingin tidur. Rambut setengah ikalnya mencuat kemana-mana dan beberapa pergi menutupi mata hitam legamnya.

Tanpa sadar, tangan kokoh milik Ryuu beralih menyelipkan anak rambutnya kebelakang telinga. Keduanya terdiam untuk beberapa saat.

"A-Apa yang kau lakukan?" Tsuki melihat kearah lain, nyatanya telinga hingga lehernya bersemu merah. Sama halnya Ryuu, ia terbatuk kecil, menstabilkan suara yang mungkin sedikit goyah karena godaan.

"Ekhem.. Shin bilang kau tidak mau makan.. Jadi aku kemari mengantarkannya lagi. Sebaiknya kau habiskan dan jangan merepotkannya lebih dari ini." kilah Ryuu.

"Kenapa? Apa kau menyukainya?.." Karena dorongan apa itu, Tsuki menyentuh bubur yang masih hangat itu sedikit. "..Tenang saja, aku tidak akan merebutnya darimu." karena rasa yang nikmat, satu dua sendok masuk kedalam mulut.

Omega's AgentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang