Chapter 13 : Absen

2.5K 283 29
                                    

Joon Eun tidak tahu apa-apa. Usianya baru 7 tahun untuk mengerti apa yang sedang terjadi di keluarganya. Hanya satu yang ia paham, bahwa impiannya untuk memiliki adik sudah hilang tidak berbekas. Itu membuatnya membakar buku berisi daftar, “Kegiatan Joonie dengan Nam/Yeodongsaeng.”

Meski tidak seterluka Mama atau Papa, Joon Eun mendadak kehilangan semangatnya. Ia sedih melihat wajah Mama yang terus murung. Atau senyum Papa yang jelas-jelas palsu. Mungkin ia belum tahu kalau kejadian itu berdampak  pada masa depannya. Namun, ia sedang tidak mood bertemu teman sekolah.

Jadi, ia mengunci pintu kamarnya, juga mengabaikan panggilan Kakek Neneknya yang mengajaknya untuk sekolah. Memilih berkutat dengan mainan transformernya yang sudah rusak.

Dibandingkan Papa yang memiliki bakat di bidang seni, Mama di dunia literasi. Joon Eun sendiri lebih tertarik di bidang robotic-komputer. Dan Papa yang menyadarinya, memberikan mainan berbagai jenis robot. Juga notebook yang penggunaannya dibatasi dan diawasi.

Tok Tok Tok

“Joonie, ini Papa, bisa tolong buka pintunya?”

Anak itu memutar kepalanya, memandang pintu cokelat itu ragu. Ia malas kalau Papanya itu juga menyuruhnya untuk sekolah. Ayolah, nilainya tidak akan anjlok hanya karena ia bolos beberapa hari.

“Joonie ... jagoan Papa. Papa tidak akan memaksa kalau Joonie tidak mau sekolah hari ini.” Ada helaan napas yang terdengar cukup keras hingga ke telinga Joon Eun. “Papa sudah izin sama gurumu, jadi, tolong buka pintunya, ya?”

Joon Eun bangkit dan menyimpan robotnya di atas meja. Lantas melangkah untuk membukakan pintu. Mungkin untuk seumuran anak sepertinya, Joon Eun masuk kategori besar. Tapi, tetap saja ia harus mendongak, untuk melihat wajah Papa.

“Kamu sudah mengotak-atik robotmu, padahal belum makan.” Mingyu memandang robot yang pertamakali ia belikan, lantas menunduk memandang anaknya yang hanya diam. Di raihnya tubuh Joon Eun dan membawanya masuk dalam gendongan.

“Papa ... Mama?”

“Mama ada di kamarnya, baru saja selesai makan.” Di usapnya kepala putranya dengan sayang. Ia melangkahkan kakinya menuju ruang makan. Masih ada makanan di atas meja, yang sengaja disisakan untuk Joon Eun.

“Joonie-ya,” panggil Mingyu, usai mendudukkan anak tunggalnya. Tangannya bergerak membuat Joon Eun menghadapnya. Ia berjongkok menyamakan tingginya, dan menggenggam tangan kecil itu. “Apa ... Joonie masih ingin adik?”

Joon Eun menganggukkan kepalanya ragu-ragu. Kalau ditanya apakah ia masih mau punya adik. Tentu saja masih.

“Kalau misalnya ... adiknya bukan dari perut Mama gimana?” tanya Mingyu hati-hati.

***

Wonwoo membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya yang ia tekuk. Dari tangga ketiga dimana ia jatuh dan menghancurkan semuanya. Meski samar-samar, mendengarkan apa yang anak dan suaminya obrolkan. Ia tidak mau terlampau murung, yang jelas-jelas menyusahkan Mingyu. Laki-laki itu juga sama sedihnya. Meski karena tanggung jawab sebagai kepala keluarga, membuatnya harus terlihat kuat. Namun, sebagai seorang ibu, itu adalah sebuah tamparan yang begitu kuat.

“Mama.” Dua suara berbeda yang tidak asing.

Laki-laki manis itu mengangkat kepalanya. Memperlihatkan wajahnya yang kacau. Matanya sembab dan sedikit bengkak. Rambutnya berantakan karena ia menghabiskan waktunya meringkuk di dalam selimut. Hidungnya memerah dan ada cairan yang membasahi philtrum.

“Mama Joonie di sini,” ucap Joon Eun, meraih tangan Wonwoo dan menggantikannya memeluk lutut itu. Ia menyenderkan kepalanya pada kaki sang Mama, dan memandang manusia terindah (baginya dan Mingyu) itu penuh sayang. “Mama jangan sedih terus, kan masih ada Joonie sama Papa.”

Wonwoo mengusap jejak air mata di wajahnya dan mencoba tersenyum. “Mama gak sedih kok. Sini, Mama pangku.”

Usai meluruskan kakinya, Wonwoo membiarkan putranya untuk duduk di pahanya. Melingkarkan tangannya untuk memeluk harta berharganya. Menciumi rambutnya penuh perasaan.

“Karena beberapa hari terakhir melelahkan.” Mingyu membuka mulutnya. Ia tersenyum---senyum tulus pertama sejak kejadian itu. “Besok ayo kita ke Seoul. Papa sudah izin pada guru Joonie untuk tidak masuk beberapa hari. Eotte?”

“Yey, ke Seoul. Joonie mau ketemu Uncle Josh,” seru Joon Eun semangat.
Mingyu mengalihkan pandangannya dan Wonwoo, yang hanya tersenyum tipis pada putranya. “Mama eotte?”

“A---Mama terserah pada Papa.”

Papa muda itu tersenyum dan mendekati anak istrinya, memeluk keduanya dengan erat. Dikecupinya dua wajah terindah miliknya. “Ayo, jangan bersedih lagi. Semuanya akan baik-baik saja.”

“Uhm!”

Wonwoo mengangguk dan membenamkan wajahnya pada ceruk leher Mingyu. Setetes air matanya kembali menetes. Namun, kali ini bukan kesedihan. Melainkan rasa syukur dan bahagia memiliki Mingyu sebagai suaminya, dan juga Joon Eun sebagai putranya.

***

To be continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continue

Besok chapter terakhir

Cukup sedih²nya buat aku aja, kalian jangan

See you

See you

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[SP] CHILD || MeanieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang