Epilog

273 6 2
                                    

Benar juga. Masa SD saat itu sudah berakhir. Tersisa serpihan kenangan saja. Hanya aku, kau dan mereka yang tahu seluruh kisah ini dari awal.

Sebenarnya, masih banyak lagi kenangan yang tak dapat kuceritakan pada kalian. Terutama pada rasa penyesalan yang tak berujung itu, kadang menghampiriku.

Penyesalan pada perasaan itu, karena tak sempat meminta maaf pada temanku dulu dikelas 1 yang tak tahu ada di mana, pada Najma yang tak sempat membuat banyaknya kenangan, dan pada Braint yang dulu hubungannya sempat merenggang.

Sungguh. Sudah berkali-kali aku menunggu Braint. Kadang, aku juga mencari keberadaannya yang entah ada dimana. Aku tahu...dia masih tinggal ditempat yang sama. Tapi untuk bertemupun, rasanya cukup sulit. Kadang...aku juga menanyakan tentang Braint ke beberapa teman jikalau dia sempat berpapasan dengannya.

Kuhitung-hitung...perpishan ini sudah terjadi sekitar 1 tahun lebih. Tapi tetap saja aku tak bisa menemukannya. Dia yang sekolah di SMP faforit sama seperti Olivia, sedangkan aku yang sekolah di SMP bisa, mana mungkin bertemu dengannya. Sekalinya bertemu...itu sudah setahun yang lalu.

Nida dan Dila? Mereka masih menjadi sahabatku. Kadang kami bertemu hanya untuk sekedar bermain. Memang, aku dan Nida satu sekolah tapi beda kelas.

Sahabat itu akan selalu bersama, dimanapun dan kapanpun. Itu ungkapan bagi semua orang. Namun apa jadinya, jika aku masih berharap bisa bersahabat dengan mantanku sendiri, yang bahkan aku tak tau dia dimana sekarang.

Padahal, awalnya Braint adalah sahabat laki-laki pertamaku. Tapi karna kejadian waktu itu, kami menjadi mantan kekasih.

Sungguh. Aku sungguh-sungguh menyesal, karena pernah berpacaran dengannya. Kalau aku tau akan berakhir seperti ini, mungkin hal itu tidak akan pernah terjadi. Aku bahkan tak mengerti pada diriku sendiri. Padahal, aku sudah berjanji agar tak memikirkan perasaan sukaku padanya. Tapi, kenapa aku terus saja dihantui perasaan sesal itu sampai sekarang? Kenapa?

Ah, aku bingung. Bersedih, juga gak berguna. Bahagia, juga tidak bisa. Menyesal, juga sudah sering. Kini, apa yang bisa aku lakukan?

Oh, iya. Aku belum sempat berterima kasih pada mamanya Wardah dan Ayahnya Najma. Beliau, sudah meninggal beberapa waktu yang lalau akibat penyakit mereka. Padahal, mereka juga sudah baik padaku selama ini. Kadang, aku juga sering dibantu oleh mamanya Wardah. Sedangkan, ayahnya Najma juga baik padaku, jika sedang berkunjung ke warnetnya untuk mengerjakan tugas.

Mereka, sosok yang begitu baik dalam kehidupanku dulu saat SD. Kini...bagaimana aku bisa mengetahui keadaan Najma? Bagaimana aku bisa berkomonikasi lagi dengan sahabatku itu? Bagaimana aku bisa bercengkrama lagi dengan sahabat terbaikku?

Telat. Aku begitu telat untuk menyesal sekarang. Dia akan benar-benar lupa padaku sekarang. Aku bahkan tak bisa memeluknya di saat dia bersedih. Tak bisa mengucapkan bela sungkawa pada Najma atas ayahnya yang meninggal dunia. Maaf. Hanya itu yang bisa aku ucapkan sekarang Najma.

Semoga kita bisa bertemu lagi nanti, Najam. Entah itu dimana dan kapan kita bisa bertemu lagi. Mungkin saja, kita tak sengaja berpapasan di suatu tempat. Mungkin saja. Hanya mungkin.

☆☆☆

Nah...sekarang kalian sudah kenal akukan teman.

Aku adalah salah satu murid galak yang dulu mungkin pernah memarahimu. Mungkin kau lupa, tapi aku akan terus mengingatnya. Tidak seperti mantanku yang pelupa. Dia saja tidak ingat kenangan terindah bagiku saat kelas 3 SD dulu. Ish, menyebalkan.

Jadi, kesimpulannya adalah...kalian itu selalu mengenalku karena sifat pemarah dan galak ini. Ya, padahal dulu saat kelas 1 SD, sifatku tidak pernah seperti itu. Sifat ini bermula dari kelas 3 SD. Ingat ya teman-teman!! Dari kelas 3 SD.

Masa SD KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang