Prolog

3K 80 108
                                    

Namaku Azura Nayla Zharfa. Salah satu alumni dari SDN 01 Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara angkatan 2018/2019. Kalian bisa memanggilku Azura. Tapi teman-temanku sering memanggil Zura, Zur, Jura, Jur lama-lama menjadi cucur. Bahkan pernah ada yang memanggilku kasur saat kelas 4 SD dulu.

Aku hanya ingin menceritakan sedikit cerita pada kalian. Ceritaku saat menjadi siswi SD beberapa tahun yang lalu. Mungkin aku akan meringkas sedikit ceritaku dari kelas 1 hingga kelas 6 SD dulu. Karena terlalu panjang mungkin. Padahal aku sudah lulus SD ya. Tapi tetap saja aku ingin menceritakannya.

Berhubung aku ada waktu luang di tengah pandemi Corona ini. Jadi aku ingin menceritakannya. Entah itu kenangan indah, lucu, sedih, menyebalkan atau sebatas aib yang tidak sengaja terjadi bertepatan aku berada di sana dan melihatnya. Ya ampun. Itu benar-benar tak akan terlupakan oleh ku.

Oh ya. Karena ini cerita tentangku. Dari sudut pandangku juga. Maka aku yang akan menjadi tokoh utamanya sekaligus orang yang akan menuntun kalian menuju jalan cerita yang sebenarnya.

☆☆☆

Baiklah aku mulai dulu. Sebelum masuk cerita utamanya. Aku ingin basa basi sebentar dengan kalian.

Di sini aku sebenarnya merasa sedikit sedih. Di kala aku harus mengingat-ingat segala kenangan itu. Luka lama yang sebenarnya sudah di kubur dalam-dalam.

Apa lagi...harus mengingat 'dia' yang dulu pernah meghiasi hidup ku beberapa waktu.

Mungkin sebagaian temanku sudah tau. Siapa 'dia' yang aku maksud. Tapi aku bingung harus di apakan lagi perasaan ini. Semakin ku kubur dalam-dalam, maka rasanya akan lebih sakit dari pada sebelumnya. Sungguh klise bukan. Aku masih saja terjerat dengan yang namanya cinta monyet. Mungkin 'dia' adalah orang spesial, jadi tak bisa ku lupakan.

Temanku dan juga 2 sahabatku. Kadang tak tau apa yang aku alami di sekolah.

Hah...Kalian itu tidak tau. Rasanya masuk sekolah dengan keadaan batin yang harus memikirkan masalah rumah yang sudah berat. Mungkin kalian juga merasakannya. Tapi tak semuanya aku bicarakan pada yang lainnya.

Bungkam dan bungkam. Itu yang selalu aku lakukan selama ini. Rasanya begitu ngilu dan pedih. Mengingat masalah pribadi harus dibawa ke sekolah.

Tolong. Sekali saja. Aku benar-benar meminta tolong pada kalian. Aku hanya ingin menceritakan beban yang aku alami ini pada kalian semua.
Lewat ungkapan kata maupun cerita yang akan terus aku kasih tau kalian, hingga hatiku merasa lega. Memang tidak semuanya aku ceritakan. Tapiku harap...dari sebagian cerita yang aku ungkapkan. Kalian bisa merasakannya juga.

Ok, aku tanya sekali lagi pada kalian.

Apa kau ingat aku?

Teman semasa SD mu dulu. Yang terkenal galak dan menyeramkan karena sifatku yang tak suka kebisingan dan kegaduhan di kelas.

Julukan ya? Mungkin...si banteng merah atau sang pemarah? Entahalah. Kurasa tidak ada.

Tapi aku yakin. Sifat pemarahku itu mulai ada saat aku sudah duduk di bangku kelas 3 SD. Di saat pertama kalinya aku belajar silat. Namun itu juga bukan alasannya sih. Memang dari kelas 1 aku sudah terkenal agak berbeda.

Sahabatku pernah bilang. Kalau aku itu terlihat lucu dan menggemaskan. Tapi ternyata itu sudah lama sekali. Aku juga merasakan perubahannya sekarang.

Emosiku lebih cepat naik dari pada sebelumnya. Kadang aku suka marah kalau kelas benar-benar sudah berisik.

Pernah sekali lantai kelas retak karena aku ngamuk. Kalau gak salah sih aku retakin pake tongkat pramuka. Tapi lebih jelasnya aku bakal ceritain nanti. Kadang aku teriak-teriak di kelas dan minta perhatian temanku agar mereka pada diam. Ia sih pada diam, tapi pada akhirnya rame lagi. Cape aku ngasih taunya.

Masa SD KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang