Kebobrokan di kelas 4

365 12 0
                                    

Tahun 2016...

Kali ini. Pihak sekolah sudah memutuskan agar SDN 01 dan SDN 02 digabung, hingga hitungan kelas 4 terdiri atas 3 kelas. Yaitu 4A sampai kelas 4C.

Dulu aku belajar di kelas yang terletak di lantai 2. Namun kini aku belajar di lantai 3. Cukup lelah juga kalau naik ke ke lantai atas. Tidak tinggi, namun mampu membuat kita cape.

Baiklah, harusku bilang berapa kali lagi. Untung dan tidak untung. Lagi dan lagi aku harus sekelas dengan kedua sahabat dan musuh bebuyutan. Yang ku sesali adalah...kenapa harus sekelas dengan dia yang aku suka? Kenapa harus dia? Membuatku gak bisa move on aja.

Ok, wali kelasku kali ini adalah Ibu Tiara. Untuk wali kelas 4B itu Ibu Arini dan 4C itu Ibu Siti. Menurut cerita yang ku dengar dari aby, Bu Tiara ini adalah anak dari salah satu guru yang mengajar di masanya dulu. Aby selalu bilang, kalu Bu Tiara dulu pas masih kecil sering main ular tangga di depan rumah dinas bagi para guru. Dan menurut cerita yang ku dengar dari umy, kalau Bu Siti itu dulu adalah teman seangkatan tanteku. Sebuah kebetulan yang sangat luar biasa.

Pertama kali masuk kelas, kita sudah di suruh perkenalan lagi. Bosen tau perkenalan mulu. Banyak sih muka-muka baru, karena kali ini gabungan sama sekolah siang. Tapi ada beberapa anak yang ku ingat juga.

Contohnya? Seperti teman semasa Paud dan di satu SD yang sama. Namun syukuri saja. Lama-lama juga hapal nama temen sendiri, saking sudah terbiasa.

Pertama kali masuk ke kelas, aku duduk dengan teman waktu paud, yaitu Nisa. Dia dulu sekolah di SDN 02. Yang ku ingat tentangnya dari dulu adalah...dia tak pernah berubah, dalam artian kata. Dia masih saja kurus, persis seperti dulu. Sudah, sudah. Jangan ngomongin orang dari belakang. Yang ada dia bersin-bersin mulu gara-gara aku.

Ah, iya. Dulu saat baru seminggu masuk sekolah tahun ajaran baru, kita disuruh memilih ketua kelas. Bukannya milih, tapi lebih tepatnya sudah ada yang tunjuk tangan. Siapa lagi kalo bukan Braint.

"Bagus. Dia lagi yang jadi ketua kelas," batinku berucap dengan kesal.

Aku tahu. Beban menjadi ketua kelas itu sangatlah berat. Tapi kalo ketua kelasnya kaya dia, apa kelas kita bisa bertahan? Ah sudahlah, aku tidak peduli.

Kalian tahu. Aku mempunyai rival baru dalam hal nilai, namanya Raisa. Dia rival baruku dikelas 4. Potensi nilainya sudah telihat dari pertama kali masuk ke kelas ini.

"Ck...menyebalkan. Kenapa ada lagi rival baru di setiap tingkatan kelasnya?" Decakku menahan kesal.

Ini ada lagi yang aneh. Disuruh bikin kelompok yang isinya minimal 6 anak dan maxsimal 7 anak, itu paling banyak. Aku? Kini aku ditempatkan di kelompok 4 yang lebih sialnya langsung didepan meja guru. Enak sih depan meja guru, karena bisa langsung liat papan tulis. Bukannya kenapa. Tapi mataku yang mengharuskan memakai kaca mata dari kelas 3, membuatku tidak bisa melihat tulisan dari jauh. Apa lagi kalau tulisannya kecil kaya semut. Beh, langsung liat catetan temen saking gak keliatan tuh tulisan di papan tulis.

Aku kenalin dulu deh anggota kelompokku. Pertama ada Icha (si kembar 3), Okta (dia cewe loh ya), Satya, Amirudin dan Ian yang badannya paling kecil di kelompok.

Didalam kelompok juga, aku ditunjuk menjadi ketua kelompok dan okta menjadi sekertarisku.

Seingatku sih, dari 5 kelompok yang ada di kelas, yang paling pinter adalah kelompok 1 dan yang paling bar-bar adalah kelompok 5. Gimana gak bar-bar, isinya anak badung semua. Ditambah Eksha ada di kelompok itu. Dah ah, bikin spaneng aja.

♧♧♧

Aku jadi teringat akan sebuah cerita yang memalukan. Dulu, pas anak cewe pada ganti baju di kelas buat pelajaran olahraga. Ada kejadian yang bikin anak cewe malu. Dimana Eksha buka seragam dan cuman pake tanktop doang. Terus dia naik ke atas meja sambil joget-joget gak jelas, gara-gara anak laki ngintip-ngintip di jendela dari luar. Dalam sekejap aku malu, sumpah malu banget.

Masa SD KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang