03. Kriteria

23.9K 1.7K 59
                                    

Sakha kembali ke ladang dengan perasaan yang masih kesal. Dia menyesal sempat pulang ke rumah tadi, walau hanya sebentar. Karena istri ketiganya, Nia, tidak kunjung berhenti menggodanya padahal tahu kalau hari itu bukan jadwalnya. Sakha tidak terlalu menyukai perempuan yang agresif dan selalu mau ikut campur urusannya. Nia tahu itu, untuk tidak mencampuri urusan Sakha, sekalipun mereka bersuami sitri. Ketiga istri Sakha tahu hal itu, tapi terkadang mereka memang sering lupa karena dikuasai oleh perasaan mereka sendiri.

Tadi, Nia sempat menyinggung rencana Sakha yang belum pernah Sakha beritahukan kepada siapapun selain kepada yang bersangkutan. Sakha begitu jengkel karena istri-istrinya mulai merasa berhak untuk mengatur-ngatur hidupnya.

"Tuan!" Galih yang tengah mengawasi para pekerja mengangkut karung berisi jagung yang telah dipanen ke mobil box untuk dibawa ke gudang, menyapa Sakha yang baru sampai.

"Malam ini," kata Sakha setelah berdiri di samping Galih.

"Kenapa, Tuan?" tanya Galih bingung.

"Kamu pergi ke rumah RT itu lagi dan tagih janjinya," jawab Sakha.

Galih berdehem. "Apa Tuan tidak mau mengenal calon istri Tuan lebih dulu?"

"Saya tidak punya waktu karena besok sore saya harus sudah tiba di Jakarta," sahut Sakha. "Tapi satu hal," lanjutnya, memberi jeda, "saya ingin kamu menilai mereka untuk saya."

Galih mengangguk mengerti.

"Hm. Kamu masih ingat kan tipe yang saya sebutkan sebelumnya?"

"Masih, Tuan. Serahin aja pada saya."

"Kalau begitu, saya akan berangkat ke Jakarta malam ini. Lakukan pekerjaanmu baik-baik, Galih."

"Siap, Tuan."

Setelah memberi perintah seperti itu, Sakha berbalik dan berlalu pergi dari hadapan abdinya. Galih menatap punggung bosnya itu sejenak, kerutan keraguan timbul di dahi.

Galih kurang lebih tahu alasan Sakha ingin buru-buru menikah lagi. Bukan karena dia kepincut dengan anak Pak RT yang kembang desa itu, hanya saja Sakha punya agenda lain. Yaitu seorang ahli waris.

Usianya sudah kepala tiga, tapi belum dikaruniai anak padahal wanita di rumahnya sudah hampir memenuhi kuota.

Sakha tidak akan peduli jika istri keempatnya nanti adalah anak Pak RT atau bukan. Yang terpenting adalah wanita itu mampu memberikannya anak. Tapi walau begitu, Sakha tentu tidak mau asal pilih. Kebetulan saja RT Jamal berhutang banyak pada Sakha dan besar kemungkinan tidak bisa membayarnya karena laki-laki itu sekarang dalam keadaan sakit tua dan sudah tidak mampu bekerja, kebetulan juga Jamal memiliki putri-putri cantik yang belum menikah.

Sebenarnya, kecantikan tidak termasuk dalam kriteria yang pernah Sakha sebutkan. Selama dia wanita yang mampu mengandung dan memiliki sifat dan sikap yang Sakha inginkan. Hanya saja, Galih melihat dari istri-istri Sakha yang ketiganya memiliki paras sangat cantik, maka Galih memasukkan 'cantik' ke dalam salah satu kriteria yang harus ada pada istri-istri tuannya.

Galih juga menduga, Sakha tertarik untuk menikah dengan orang sini untuk semakin memperkuat kedudukannya di desa ini sebagai seorang pendatang. Agar tidak ada lagi orang-orang syirik yang berupaya untuk menjatuhkannya dan mengusirnya dari desa.

Sambil melakukan pekerjaannya mengawasi para pekerja, Galih memikirkan siapa kiranya dari putri-putri kandung Jamal yang memenuhi semua kriteria yang pernah Sakha sebutkan padanya.

Si kakak, Mawar. Atau si adik, Melati. Atau mungkin, Ririn?

Tapi dari pertemuan Sakha dengan Ririn kemarin, sepertinya Sakha tidak terlihat tertarik dengan perempuan yang berpenampilan seperti itu. Sakha bahkan tidak tahu kalau Ririn juga putri Jamal, karena kalau dibandingkan dengan kedua saudarinya, Ririn jelas sangat berbeda. Jadi Galih mengeluarkan Ririn dari daftar kriteria yang dicarinya.

ISTRI KEEMPATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang