80. Kejelasan (2)

14.2K 2.7K 243
                                    

Sakha mengusap wajah Airin dengan lembut menggunakan handuk, menghilangkan tetes air yang ada di sana.

"Kamu mengejutkanku," kata Sakha tiba-tiba.

Airin mendongak padanya, dan wajah mereka begitu dekat. "Apanya?"

"Kamu datang ke pesta itu tanpa memberitahuku terlebih dahulu. Aku nyaris berpikir bahwa kamu adalah orang yang berbeda."

Airin terkekeh. "Tidak sepenuhnya salah. Aku dikenalkan sebagai teman Gani dan temas Mas Sakha, jadi jelas berbeda."

Ekspresi di wajah Sakha menggelap. "Kamu istriku," tukasnya dengan nada datar yang sendu.

Airin menyengir. "Aku bahkan mengandung anakmu."

Mendengar itu, kelam di wajah Sakha menghilang. Handuk yang dipegangnya turun ke perut Airin dan berlama-lama di sana sembari mengusapnya dan tatapannya tidak beralih dari wajah Airin sedikit pun.

"Benar, kamu mengandung anakku," ucapnya dengan keposesifan yang tidak terbantahkan. Tatapannya melembut. "Terima kasih, Airin," lanjutnya.

Airin melihat kelegaan yang tampak sangat jelas di mata Sakha, seolah dia telah merasa tertekan selama bertahun-tahun dan akhirnya tekanan itu diangkat darinya.

"Apa ini ... anakku?" Airin bertanya.

Alis tebal Sakha yang gelap terangkat sebelah, menatap Airin heran. "Maksudmu?" sahutnya.

Tapi Airin tidak mencoba menjawab. Alih-alih, dia bertanya lagi. "Apa yang bakal Mas lakukan setelah ini?"

Pertanyaan itu terdengar seperti sebuah perintah di telinga Sakha. Dia hanya memberikan Airin senyuman tipis dengan banyak arti di dalamnya.

"Aku akan menjagamu, membuatmu bahagia, dan membuktikan bahwa keputusanmu untuk memilih berada di sisiku bukanlah keputusan yang salah."

Bukan itu persisnya jawaban yang Airin inginkan, tapi itu pun sudah cukup membuatnya bahagia dan berbunga-bunga di dalam. Namun itu tetap tidak cukup.

"Terima kasih, tapi aku belum benar-benar memutuskan," kata Airin. Senyumannya tampak muram.

Tubuh Sakha membeku saat mendengarnya. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan tegang.

"Apa aku belum cukup jelas? Ini anakku. Aku tidak mau ada wanita lain yang akan dipanggil Ibu olehnya." Suara Airin terdengar tenang saat mengucapkan itu.

Sakha mengerjap.

"Kalau itu belum cukup jelas," lanjut Airin, "aku tidak mau anak ini Mas anggap dengan egoisnya menjadi anak Kak Ria. Hanya karena balas budi dan segala macamnya di antara Mas Sakha dengan mertua Mas yang kaya raya itu."

Pancaran keprotektifan khas seorang ibu di mata Airin membuat Sakha menghangat, tapi ucapannya yang menurutnya tidak masuk akal itu membuatnya bingung.

"Siapa yang mengatakan ini padamu?" desis Sakha tajam.

"Aku mengambil kesimpulan sendiri." Airin berbohong. "Kenapa? Apa aku salah? Apa Mas berniat untuk tidak menjadikan anakku penerus? Itu lebih baik sebenarnya. Tapi kalau dia akan menjadi penerus yang Mas Sakha selalu idam-idamkan selama ini, tentu dia tidak akan disembunyikan selamanya 'kan? Dan bagaimana Mas akan mengenalkannya kepada orang-orang kalau bukan dengan menjadikannya anak Kak Ria? Tidak mungkin Mas katakan kepada mereka bahwa anak ini berasal dari istri keempat."

"Kenapa tidak mungkin?"

Kepala Airin terteleng ke samping. Lampu yang berpendar di dalam kamar mandi terpantul di kulitnya yang halus dan licin.

ISTRI KEEMPATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang