Gendongan maut

51 5 0
                                    

Mata mungil Ara terbuka, matanya dengan cepat melihat ke sekelilingnya.

“Pagi Araa” Gaby menguap.

Ara terkejut, ia lupa bahwa ia masih ada di rumah Gaby.

“Mandi dulu sana gih,” Gaby mengangkat tubuh Ara.

Badan Ara terangkat tanpa Ara sadari. Gaby kini tengah menggendong Ara menuju kamar mandi. Gaby melepas gendongannya, dan langsung menyeburkan Ara ke bak kamar mandi.

“Hah, aku dimana?” ucap Ara yang masih setengah sadar.

“HEH BUJANG, KOK DICEBURIN BAK MANDI SIH?” Ara-pun mulai sadar.

“Lah baru nyadar.” Gaby meninggalkan kamar mandi sembari tertawa.

Ara mengambil sabun milik Gaby.

“Baunya harum banget, nggak kaya bau keteknya mama,” ucap Ara sembari menyelupkan dirinya ke dalam bak mandi.

Ia tak pernah menyangka jika besok rumah se-bagus dan se-luas ini bisa ada di dalam genggamannya.

Dengan kampretnya, suara gedoran Gaby merusak lamunan halusinasi Ara. Ia membilas semua sabun di tubuhnya, dengan cepat pula mengeringkan tubuhnya dari sisa-sisa air yang menempel. Tangannya mengambil seragam sekolahnya, ia kancingkan satu persatu.

“Iii lucu banget, kaya yang di kawai kawai!!” Ara berjingkrak- jingkrak di depan kaca.

Ara bergegas keluar dari kamar mandi dengan percaya diri maksimal, sedangkan Gaby menatap Ara dengan penuh keheranan.

“Imut banget pliss!! iri banget hiks,” ucap Gaby sembari mengotak- atik rambut tipis Ara.

“Rambut Ara mau di apa-in?”

“Negatif thinking mulu lu, diem aja.” Gaby membenahi rambut Ara.

beberapa menit kemudian..

“TARAA! Dah jadii!” Gaby melepaskan tangannya.

“III CANTIKK!”

Seketika rambutnya seperti di sulap. Poni Ara di kepang di belakang, di selipkan antara rambut-rambut yang ada di belakangnya. Dan seketika itu juga, penampilan Ara menjadi berbanding terbalik menjadi sosok Ara yang sangat feminim.

Gaby menggandeng Ara turun ke bawah. Anehnya, tubuh Gaby seakan beku setelah matanya melihat sosok laki-laki di ruang makannya, yang tak lain adalah ayahnya.

“Makan sama papa dulu sayang …” mama Gaby menyiapkan makanan.

“Nggak ma, aku nggak mau makan kalau ada laki-laki sialan ini.” Gaby berlari keluar, tangannya sibuk membersihkan air matanya yang berjatuhan dengan sendirinya.

Ara berlari menyusul Gaby. Raganya seakan berlari, namun pikirannya seakan tertinggal di rumah itu. Benaknya berfikir apa yang sebenarnya terjadi atas dirinya di masa depan, kenapa dia seakan begitu membenci ayahnya? Apa kesalahan yang ayahnya perbuat?

“Gaby, tunggu!!”Ara berteriak.

“KENAPA BAYANG-BAYANG ITU TERUS ADA DI PIKIRANKU? KENAPAA!!” Gaby berteriak dan terjatuh lesu.

“Gaby, kamu harus kuat ya … walau aku nggak tau masalah kamu, aku tau kamu bisa.”
Gaby bangkit, menghepaskan semua air matanya, perlahan tersenyum ke arah Ara.

“Hayuk berangkat!” ucap Gaby.

Pagi itu matahari menampakkan sinarnya perlahan, seakan mengiringi perjalanan mereka. Semakin siang bau-bau asap kendaraan itu mulai tercium. Suara gaduh semua manusia pun mulai terdengar, pejalan-pejalan kaki seperti Ara dan Gaby itu pun mulai berdesak-desakkan, mencari ruang untuk lepas dari kerumunan segerombol pejalan kaki itu.
Langkah kecil mereka mulai dipelebar, Gaby segera menggandeng Ara dan menerobos semua kerumunan itu hingga pada akhirnya mereka sampai ke sekolah.

Gerbang itu hampir tertutup, anak-anak langsung berlari masuk ke sekolah, takut jika nantinya mereka akan dihukum. Ara kini berteriak, menyuruh Gaby untuk berlari cepat dan segera masuk ke dalam sekolah. Gaby berlari, tangannya hampir menyentuh gerbang, tapi ternyata ia kurang cepat, gerbang sudah tertutup.

“ARAA! LU MASUK AJA, NANTI GUE NYUSUL!” Gaby berteriak.

“T-tapi ..”

“UDAH MASUK AJA!!” Bentak Gaby. Ara-pun berbalik arah, dan berlari menuju kelas.

Gaby panik, padahal ini baru hari ke 2 bersekolah, tapi ia sudah terlambat. Ia kini memohon pada satpam untuk membuka gerbangnya, tapi percuma saja, mereka tak menghiraukan Gaby.

“Percuma aja kamu teriak-teriak begitu, nggak ada gunanya,” ucap laki-laki berjaket abu-abu di sebelahnya.

“Terus gue harus gimana?”

Dengan sigap lelaki itu menggendong Gaby, dan melompat di atas pagar sekolahnya.

“TURUNIN GUEEE! TAKUT!!” Gaby memukul pria di sampingnya.

Lelaki itu menurunkan Gaby. Dan seketika satpam langsung mengejar mereka berdua.

“LARI CEPET!!!!” lelaki itu menggandeng Gaby sembari berlari.

“Nggak, capek!” Gaby membantah.

“AYO CEPET!”

***

Maaf bund, saya yang nulis, saya yang tegang.

Maaf bund, saya yang nulis, saya yang tegang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Turn Back Time!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang