Keajaiban

66 7 0
                                    

Ara langsung panik, ia menyadari buku itu hilang dari tangannya.

“E-em … A-Aku…”

'Duh gue harus gimana ini, mampuss, hiks,' Ara bergumam.

“Biar saya kenalkan. Dia Ara, gadis 13 tahun. Waktu SMP dia ikut kelas akselerasi karena itu dia bisa belajar bersama-sama dengan kalian. TUH LIAT, BELAJARLAH DARI ARA, KECIL-KECIL DAH RAJIN, KALIAN KERJAANNYA MAEN GAME TROS.” Pak Surya memukul Tian.

'Loh k-kok bisa?' Ara heran dalam hati.

“Pak, ini kepala saya pak, bukan bola kasti.” Tian menggerutu.

“NYENYE.” Pak Surya membelakangi Tian.

Di tengah-tengah ramainya kelas, hanya keteganganlah yang memenuhi wajah Ara. Kepalanya tertunduk, mencari buku itu di bawah meja. Rasanya aneh, logikanya jika buku itu jatuh, seharusnya buku itu masih ada di sekitarnya, tapi anehnya keadaan berkata lain, ia tak menemukan buku itu di sana.

“Cari apasih, bocil?” dengan sifat modusnya, Alex mengelus kepala Ara.

“WEY ALEX, JANGAN KAU PEGANG ARA, BUKAN MUHRIM!” Pak Surya melemparkan penghapusnya ke arah kepala Alex.

“M-maaf pak, tapi saya-kan Kristen.” Alex menggaruk kepala.

“Anjir, dark.” Ucap Tian sembari diiringi tawa teman-teman sekelasnya.

Ara kini makin panik, jantungnya berdetak kencang, nafasnya tak terkontrol, dan pada akhirnya Ara terpaksa hanya bisa pasrah dengan keadaannya sekarang.

“BERISIK YA KALIAN, KITA MULAI SAJA PELAJARANNYA!” nada Pak Surya mulai menaik.

Kini Ara baru menyadari, seragam dan tas itu tiba-tiba sudah Ara kenakan tanpa ia sadari, entah darimana datangnya semua keajaiban itu.

'Waw impresiv ,' gumam Ara sembari memandangi seragamnya.

***

Suara bel memenuhi sekolah itu, dengan cepat anak-anak berhamburan keluar kelas dengan cepat. Tapi tidak dengan Ara, dengan santai dia duduk diam di bangkunya, melamun sembari berfikir kemana tujuannya setelah ini.

“DOR!!” Gaby memeluknya dari belakang.

“Ngapain ngelamun, kesurupan baru tau rasa lu,” sifat asli Gaby mulai nampak.

“Biarin kesurupan, ntar kalo Ara kesurupan, setannya ku suruh nyerang kamu.”

“ENAK AJA!” Gaby pura-pura ngambek.

“Oiya btw kamu nginep rumah aku aja, aku bosen di rumah sendirian” Gaby merangkul badan mungil Ara.

“Mau nggak yaaa” Ara menggoda Gaby.

“Pleaseee!” Gaby memohon.

“Yaudah kuy!” senyuman terukir di wajah Ara.

Tak pernah terlintas di benak Ara jika dirinya di masa depanlah yang akan menjadi teman dekatnya.

Gaby menggandeng erat-erat tangan Ara, dan berlari ditengah-tengah daun yang berguguran di atas kepalanya. Belaian angin terasa di tubuhnya, semua kerumunan itu dengan cepat mereka terjang.
Rumah demi rumah mereka lewati dengan berlari, dan pada akhirnya Gaby menunjuk satu rumah di ujung, dan membawa Ara masuk ke rumahnya.

“Mamahh, Gaby cantik pulang!” Gaby melepas sepatunya dan menyuruh Ara duduk di sofa.

“Siapa tuch?” mama Gaby mulai menggodai Ara.

“A-anu ma, saya …” Ara keceplosan.

“Apa? Mama?” mama Gaby merasakan ada yang janggal.

“Eh maaf, maksud saya tante” Ara tertawa.

“Dia temen baru Gaby ma, sekelas sama Gaby, dulu dia ikut kelas akselerasi, makannya waktu dia umur 13 tahun, dia udah kelas 10.”
Gaby menjelaskan panjang lebar.

“Kok bisa mirip gitu ya?” Mama Gaby bertanya-tanya.

“E-em anu tante …” Ara berkeringat.

“Santai aja Ara, nggak usah sampai berkeringat kaya gitu.” Mama Gaby tertawa.

“Mama sih nakutin Ara, muka mama serem soalnya. Udah sana mama pergi aja, HEHE.” Gaby menyuruh ibunya pergi sembari tertawa kejam.

Gaby dan Ara langsung pergi ke ruang makan. Ya, yang benar saja, dari Ara masih kecil hingga dewasa, mamanya selalu memasak makanan kesukaannya.

“Lu suka kangkung juga? Fiks lu cewek langka.”Gaby tertawa.

"Apa-apaan dah.” Ucap Ara dengan semua makanan yang memenuhi mulutnya.

Kedua mulut gadis itu kini tengah menyuapkan nasi terakhir yang ada di piringnya. Dengan gesit Gaby langsung mengambil piring Ara dan segera beranjak menuju ke dapur, meninggalkan Ara sendirian di ruang makan.

***



Turn Back Time!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang