Masuk

140 25 5
                                    

Heyooo, nyulik anak check!!” Sarah melambaikan tangannya.

“Eh ada tante pelakor, ixixi,” ucap Ara.

“Heh. Jaga mulut kamu. Kamu mau saya bunuh disini?” Sarah mengacungkan pisaunya tepat di depan wajah Ara.

“Taantee.. Tolong bebasin aku tan. Ara nggak salah tante..” Ara mulai menangis.

“Kamu memang nggak salah, Ara. Tapi kamu harus dihukum karena perbuatan ibumu yang memperlakukanku tadi siang,” ucap Sarah kesal.

Ara mulai menangis keras sembari merengek untuk dilepaskan. Sarah menatap iba. Rasanya kejam untuk membunuh anak yang sama sekali tidak tau tentang motif kejadian tadi siang.

“Tante kok bisa kenal mama sih?” tiba-tiba pertanyaan itu muncul di kepala Ara.

“Hm.. Tante itu adek kelas mama kamu. Tante iri sama mama kamu yang selalu jadi idaman para lelaki di kampus. Dimanapun mama kamu berada, ia pasti jadi sorotan orang karna kecantikan dan kesabarannya itu.” Sarah mulai malu.

“Tapi ini nggak ada hubungannya sama Ara kan? Kok Ara yang disiksa.. hiks..” Ara memalingkan wajahnya.

“Saya ingin membunuhmu, karena kamu cantik seperti mamamu. Aku tak ingin anakku esok menderita karena kecantikan dan kebaikanmu yang mirip seperti mamamu."

“Lepasin aku..” suara Ara mulai melemah.

“HoHOhO, tidak semudah itu Jubaedahhh. BHAHAHA.” Sarah tertawa kejam.

“WaW GaiS. AdA thAI TeA. GemOoOY.” Ara menunjuk ke arah luar dengan kegirangan.

“Eh tunggu. B-bagaimana bisa tanganmu menunjuk ke arah luar?” ucap Sarah dengan nada keheranan.

“Ish. Penculik kok tolol.” Ara berlari ke luar ruangan sembari tertawa lepas.

Ara tertawa keras. Rasanya puas mengerjai seseorang yang telah menculiknya. Walau umurnya masih 10 tahun, namun pemikiran cerdiknya melebihi anak seusianya. Asal kalian tau, di benaknya tidak pernah terlintas kata ‘menyerah’ sedikitpun. Jika ia sudah diujung masalah, otaknya tidak tanggung-tanggung untuk berputar keras dan pada akhirnya ia menghasilkan ide yang sangat amat cemerlang . Hobi terbesarnya adalah berfikir keras akan hal-hal yang kecil, itu sebabnya ia suka membesar-besarkan masalah yang ada dan membuatnya menjadi lebih rumit.

Ara terbiasa dengan pertengkaran ke-dua orangtuanya yang kini sedang berada  di ambang perceraian. Ara adalah anak yang kelihatannya ceria, tapi sebenarnya di dalam hati kecilnya ia selalu menangis. Dengan pikirannya yang dewasa, ia mencoba untuk memendam semua tangisannya sembari berlatih untuk berfikiran positif akan hari esoknya.

Kini mereka sedang berlari-lari dalam rumah kosong itu. Suara teriakan Sarah menggema dalam setiap ruangan, tak habis-habisnya ia mengancam Ara untuk diam di tempatnya. Jantung Ara berdebar kencang. Ia takut jika nantinya ia terbunuh oleh wanita sialan itu.

“ARA. KELUAR KAMU! ATAU AKU AKAN MEMBUNUH IBUMU!” Sarah berteriak kencang, berharap Ara segera muncul ke hadapannya.

Ara mulai ketakutan. Pikirannya tak bisa berfikir positif. Ara mencoba mencari ruangan lain yang baginya lebih aman untuk bersembunyi. Kakinya kini berpijak pada 1 ruangan di ujung rumah itu. Ia menengadah ke atas, melihat buku-buku berjejer rapi tepat diatas kepalanya. Entah mengapa rasa keingintahuanpun muncul. Dengan sekejap, rasa ketakutannya pun tersingkir oleh rasa penasaran.

Matanya menyapu jajaran buku dari rak atas sampai bawah. Di telitinya buku apa saja itu. Dan perlahan ia mengeluh dan menghela nafas, betapa membosankannya buku-buku itu. Namun perlahan ada 1 buku  yang memikat perhatiannya.

“Wait.. What?” ia bertanya-tanya seraya mengambil tumpukan buku paling bawah.

Entah mengapa, buku yang lusuh itu mempunyai daya tarik tersendiri di matanya. Ditepuknya debu  pada sampul buku kuno itu. Sampai pada akhirnya debu itu masuk kehidungnya.

“HATCHU!” suaranya terdengar hingga ke luar.

“Sialaannnnnn!” ia mengumpat, merasa kesal karena dirinya sendiri.

Wanita itu membuka pintunya sembari mengacungkan pisau tajamnya.

“Heh bocah! Berani-beraninya kamu membuatku repot.” Rasa amarahnya mulai memuncak.

Ara memojokkan dirinya di ruangan itu. Bukunya masih ia genggam erat-erat. Pikirannya dipenuhi oleh hal-hal negatif. Kemungkinan tentang fakta ‘ia akan dibunuh’ akan segera terwujud. Tatapan tajam Sarah mulai tampak. Pisau Sarah mulai mendekati Ara. Hancur sudah harapan Ara untuk lolos dari rumah itu.

“ARA. SUDAH SAATNYA KAMU MATI!!” Pisau itu hampir mengenai perutnya.

Dengan ceroboh, Ara membuka buku itu, seolah ia tak peduli lagi akan maut yang akan menerjangnya. Dilihatnya sampul buku kosong itu. Dan dibukanyalah lembar pertama, terlihat jelas tulisan tangan dengan tinta hitam pekat.

“time trav … AAAA.” Ia hilang.

Turn Back Time!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang