Awal dari perpecahan

215 33 33
                                    

Dalam sekejap suara ramai itu tak terdengar lagi, yang ada hanya deru nafas yang memburu. Semuanya tertuju pada satu sisi tempat suara teriakan itu berasal. Dalam sekejap, rasa penasaranpun mulai hadir dalam pikiran setiap pengunjung yang ada di sana.

"Oh, hai mass. Asik ya pacaran sama selingkuhan kamu?” ucap wanita itu sembari menatap sinis kearah suaminya.

"HEH DELLA, KAMU APA-APAAN SIH HA?!!" lelaki itu memasang wajah panik, tak menyangka jika istrinya akan menemukannya disana.

Wanita itu, Della. Ia terkenal dengan sifat penyabar dan kecantikannya, yg selalu membuat pipi laki-laki memerah saat di sampingnya. Namun sayangnya Della tak bisa membohongi hatinya, dan pada akhirnya memilih untuk mencintai Rian, laki-laki brengsek yang berkali-kali menyakiti hati siapapun yang ada di dekatnya.

“SAYA CAPEK DI RUMAH, NGURUSIN ANAK KAMU DAN IBU BRENGSEKMU ITU. KAMU TAU? SETIAP PAGI IBUMU SELALU MENYURUHKU INI DAN ITU, MENCACI MAKIKU DAN ANAKMU!!! DAN KAMU … BERANI-BERNAINYA KAMU SANTAI DISINI SAMA PEREMPUAN YANG NGGAK TAU HARGA DIRI, KERJANYA HANYA MEREBUT SUAMI ORANG!!” Della mulai menaikkan nada bicaranya.

"Hah, saya ga salah dengar?" pekik wanita yang berada di samping suaminya.

Della terdiam sejenak, menata emosinya yang tak tersusun rapi. Hatinya berteriak, rasa sakit ini terlalu kejam baginya. Air matanya tercucur deras di pipinya. Rasa sabarnya habis, realita jauh lebih kejam dari ekspetasinya selama ini. Tangannya mengepal kencang, keringatnya tercucur. Kepalan tangannya mendarat mulus di dagu wanita yang ia benci.

“JAUH-JAUH DARI SUAMIKU!” ia puas, rasa bencinya meluap.

“Eh maaf ya. Dia lebih mencintai saya dibandingkan anda. Setidaknya anda sadar diri dong kalau anda nggak pantas buat mas Rian.” Wanita itu memegang dagunya.

“Wah sorry ya. Kayanya percuma deh kamu kuliah tinggi-tinggi kalau pada akhirnya kamu kerjaannya cuma ngrebut suami orang,” ledek Della sembari memasang muka jijik.

Wanita itu bangkit dan meninggalkan luka memar di dagunya. Rasa malunya kini menggebu-gebu tak tertahan. Kini tangannya terayun dan tertuju pada pipi Della.

‘PLAK’ tangannya menyentuh pipi Della. Namun tangan Della segera mengambil tangan wanita yang ada pipinya dan memelintir tangan wanita itu ke belakang dan meninggalkan rasa sakit yang baru.

"DEL, HENTIKAN INI SEMUA!? Sarah nggak salah.” Ucap Rian sembari memasang tampang polos, seolah tak ada kesalahan yang ia perbuat. Tangannya terulur mengangkat tubuh Sarah yang tengah terjatuh.

“Apa ini mas? Kamu lebih memilihnya DIBANDING ISTRIMU SENDIRI?” nadanya mulai melengking.

“Maaf,” ucap Rian.

“Terserah kamu mas.” Langkah kaki Della melebar, ia berlari menjauh dari suaminya.

“DELLAAA!!” Rian berteriak mengejar istrinya yang sedari dulu tidak ia cintai.
Sepasang suami istri itu pergi. Para pengunjung yang melihat pertengkaran suami istri itu mulai kecewa. Dan kini mereka memilih untuk melanjutkan aktivitasnya.

Gadis itu terdiam, menangis di sudut ruangan. Mulutnya tak bisa berucap. Rasa sakitnya tak bisa ia gambarkan. Ia adalah Ara.

Ara kini berlari mengejar ibunya di Antara motor-motor yang terdiam sembari mengusap air matanya. Namun seketika kakinya terhenti. Mulutnya terbungkam. Tubuhnya mulai lunglai dan terjatuh. Ia tak sadarkan diri.

***

Matanya terbuka perlahan. ia merasakan ada yang berbeda dari tubuhnya. Tangan dan kakinya terasa sakit setiap ia menggerakan tubuhnya. Dengan cepat ia menyadari bahwa tangan dan kakinya tengah terikat. Tangan dan kakinya mulai bergerak, mencoba untuk melepas benda yang mengikatnya.

“hiks, to-tolong.” Rasanya Ara ingin menyerah, tangan dan kakinya terlalu sakit untuk digerakkan.

Ara mencoba melihat sekeliling, mencari benda tajam untuk melepas ikatannya. Ara mencoba fokus ke satu benda. Ah benar, ada cutter di sana. Pinggulnya mulai bergerak ke samping. Tubuhnya mulai berpindah sedikit demi sedikit. Ia melawan  semua rasa sakit di tubuhnya.

“Ah, dikit lagiiiii.” Tangan Ara semakin dekat.

Namun ada suara yang terdengar di telinganya. Suara hentakkan kaki yang memecah keheningan. Tubuh Ara kini menjadi dingin. Ia takut. Di sisi lain ia masih mencoba untuk menggapai benda yang ia inginkan. Sialnya, ia sudah terlambat. Pintu terbuka perlahan.

“Hai,” ucap wanita itu sembari memasang tampang kejam.

“L-LOH KAMU?” Mata Ara kini membesar seolah tak percaya dengan apa yang dia lihat.

Turn Back Time!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang