Lelaki itu

83 11 1
                                    


Matanya kini berbinar-binar, perhatiannya teralihkan dengan semua pemandangan yang ada di depan matanya saat ini. Gedung-gedung yang berjajar rapi, orang-orang yang mengenakan pakaian serba rapi, dan juga kendaraan yang tak henti-hentinya membunyikan klaksonnya.

Ia masih tertegun, selama ini yang dilihatnya hanyalah sawah, gunung, dan segerombolan orang-orang membosankan yang selalu mengganggu hidupnya. Selama hidupnya, ‘rasa bahagia’ tak selalu datang setiap harinya. Mentalnya selalu terdesak, tetapi dengan gagahnya ia selalu terlihat tegar.

Ia berjalan, melewati kerumunan orang yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Ara menganga, melihat betapa indahnya jejeran mobil yang dipakirkan tepat  di hadapannya itu. Diusapnya perlahan mobil itu, dilihatnyalah kaca nan bersih itu.

“Naik mobil aja ah! Kan nggak ada yang bisa lihat Ara.” Tiba-tiba ide licik itu terlintas di benaknya.

Tangan Ara membuka mobil itu. Ia segera mendaratkan badannya dengan rapi di kursi mobil itu. Ia memainkan semua tombol disitu dengan wajah yang takjub. Tanpa sadar, ia membuat keripik yang di tempat duduknya menjadi berserakan. Ara segera memungut semua kripik itu, dan mengembalikannya seperti semula. Ara mulai penasaran, bagaimana rasa keripik itu. Keripik yang dilumuri lapisan keju itupun berhasil membuat Ara tertarik. Mulutnya ia buka, keripik pertama-pun jatuh di mulutnya.

“WOYY, ENAK BANGETTTT!!!!!” Ara berteriak.

“ANDAI DI KAMPUNGKU ADA MAKANAN SEENAK INI, HIKS,” rengek Ara.

Ara menangis bahagia, tak pernah ia merasakan makanan seenak ini. Ara hidup di kampung, dan serba kekurangan. Yang masuk ke perutnya setiap harinya hanyalah nasi dan sedikit garam. Tapi keadaan itulah yang membuat hati Ara kebal dari benturan- benturan kehidupan yang keras. Terkadang hatinya sakit, dan terkadang iri dengki itu kembali mengisi hidup Ara, dan merenggut semua kebahagiaannya yang ia bangun dengan susah payah.

Lamunan Ara memudar. Pintu mobil itu terbuka, dan tampaklah lelaki manis berpaikaian seragam SMA masuk ke mobil itu. Ara memperhatikan lelaki manis yang ada di hadapannya itu. hatinya campur aduk, tak pernah ia melihat lelaki se-manis itu. Rambut berantakan, baju yang berantakan, senyum, dan penampilan ala-ala badboynya itu berhasil membuatnya terpesona.

“Panas banget tolong heh.” Lelaki itu membuka bajunya, mengibas-ngibaskan bajunya.

Mata Ara hampir lepas, terbelalak kaget dengan apa yang ia lihat sekarang. Bisa-bisanya perutnya membentuk kotak-kotak yang berjajar rapi.

Mobil itu melaju. Mata Ara masih belum bisa lepas dengan pemandangan di depannya, bisa-bisanya lelaki itu menyetir mobil dengan keadaan baju yang terbuka, padahal jendela mobilnya juga terbuka lebar.

“Besok masuk angin, mampus,” ucap Ara sembari menatap kejam.

Mobil itu mendadak terhenti. Dan dengan cepat lelaki itu memesan es krim sembari menyodorkan uangnya. Betapa kagetnya Ara setelah melihat lelaki di depannya memakan habis 5 Mc flurry dengan waktu yang sekejap.

“Ni bocah makan es krim atau nasi sih, lahap amat.” Ara menatap kaget.

Ara penasaran, ia mendekati lelaki itu sembari mendaratkan satu suapan kecil es krim itu di mulutnya.

“A-ANJIR. S-SENDOK MELAYANG!!!” Lelaki itu berteriak sembari menjauh dari tempatnya.

Ara mulai panik, ia lupa jika dirinya tak terlihat di mata mereka. Dirinya kini sedang menyalahkan rasa penasarannya, bisa-bisanya di saat seperti ini ia tergoda dengan rasa es krim itu. di sisi lain lelaki itu menoleh ke belakang dan menemukan keripik miliknya habis tak bersisa.

“Please dong hantu jangan ganggu saya, saya tau tadi saya mbaperin banyak cewe sekaligus, tapi jangan ganggu saya. Karma nya diundur aja ya please, saya belum mau matiii,” ucap lelaki itu sembari memasukkan sesuap es krimnya ke mulut.

Dengan cepat, ide usil Ara muncul. Tangan Ara langsung memainkan benda-benda di sekitarnya dan membuat lelaki itu menancapkan gas mobilnya dengan mendadak, alhasil Ara jatuh terjungkal.

“Ni bocah nyebelin banget sih, kepala Ara sakit ini woy,” keluh Ara.

Rumah itu mulai terlihat. Rumah sederhana nan dipenuhi oleh bunga-bunga itu ternyata menjadi tempat pemberhentian lelaki itu.
Lelaki itu memarkirkan mobilnya di garasi lalu berlari menuju ibunya dan diikuti Ara di belakangnya.

“DOR!!” Lelaki itu mengagetkan ibunya.

“AIGU! KAMCAGIYAAA!!!!” Sapu itu mendarat di kepala lelaki itu.

“SAKIT MA, CANDA DOANG ELAH.” Lelaki itu memeluk ibunya, lalu kabur.

“HEH NAK. AWAS KAU YA!!” wanita itu mengancam anaknya.

Lelaki itu berlari lagi, menaiki tangga rumahnya. Di sisi lain, Ara masih membuntuti lelaki itu sembari membawa buku tua itu yang sedari awal dia bawa.

Ara kini terkagum oleh kerapian kamar lelaki itu. ia melihat sekeliling, menatap semua benda yang ada di kamar lelaki itu. Kakinya berhenti melangkah, dan kini ia fokus pada piagam matematika milik lelaki itu. Rasanya piagam itu tak asing di matanya.

Ara membaca nama lelaki itu.
“Em, namanya …” Ara mmenyipitkan matanya.

“G-GIANNES CHRISTIAN CARLEN? L-LOH, CHRISTIAN?!” Ara memalingkan pandangannya, dan mulai menatap tajam-tajam lelaki itu.

Ara terjatuh, dan kini ia melihat kalender milik Christian.

“H-HAH? 2016?!”

Turn Back Time!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang