1

12 3 0
                                    

Clue terakhir:
Dia begitu terkenal di perguruan termahal di kotamu.
Angkuh dan keras bagai permata yang mahal
Pintar tapi sayang disalahgunakan
Ada sepasukan teman temannya tapi apa benar mereka semua setia?
Temukan yang terakhir di tempat yang yang paling dijauhi di sekolah.

Aku menatap kertas di tanganku itu lamat lamat, sudah kelima kalinya aku menemukan dan memecahkan kartu yang berisi teka teki dengan sajak dan di tempat yang berbeda beda. Kemarin aku menemukan di tempat yang cukup menjebak sebenarnya, ada yang di sela sela semak alun alun kota, mulut patung ikan di air mancur taman bermain, bahkan ada yang di kalung anak anjing milik temanku.

Cukup janggal sebenarnya. Seolah kemana pun aku pergi akan menemukan kartu itu. Tapi itu hanya setengah benar. Karena sebenarnya isi dari sajak teka teki yang kutemukan juga memuat informasi tempat yang memang ingin kutuju. Entah bagaimana kakiku bisa tetap berjalan ke tempat itu padahal aku sudah tahu aku harus menghindari teka teki itu dan berujung menemukan clue berikutnya.

Dari teka teki itu pula aku diberi tahu bahwa aku akan mendapatkan 'hadiah' apabila mampu mencapai stage terakhir.

Aku membaca lagi sajak pertama dan menatap kata 'dia'. Berarti yang kali ini bukan barang atau hewan, yang akan kutemukan adalah seseorang. Aku tidak terlalu takut, siapa tahu ini petunjuk tentang orang yang sudah memberiku teka teki ini. Tapi membaca kalimat kalimat berikutnya sepertinya tidak.

Perguruan termahal? Sekolah ya? Setahuku sekolahku adalah yang termahal di kotaku sendiri. Itu berarti aku mungkin kenal dengan anak ini.

Oke, berikutnya.

'Angkuh dan keras', apa itu merujuk pada sifatnya atau... Fisik? 'Batu permata'. Ini apalagi maksudnya, permata yang dimaksud itu permata betulan atau hanya perumpamaan. Oke, kelima kalinya aku memeras otak dalam hitungan minggu ini. Kalau ada yang tanya kenapa aku bersusah payah mengartikan isi sajaknya, itu adalah karena 'ancaman' yang diberikan dari orang yang membuat game ini. Salah satu player yang diikutsertakan yaitu salah satu anak angkatanku, dia berakhir terbunuh dalam keadaan dicekoki digoxin sampai berbusa di tempat pengangkutan sampah pojok kota.

Dari situ aku tahu aku tidak boleh mengacuhkan apalagi meremehkan game ini. Dari sana pula aku tahu bahwa yang diikut sertakan bermain bukan hanya aku. Berapa jumlahnya? Siapa saja? Apa konsekuensinya? Apa alasannya?

Aku tidak tahu? Tak ada yang tahu? Kenapa dia melakukannya, apakah dia dendam?

Tapi itu akan jadi prioritas ku nanti nanti saja, sekarang yang harus kuurus adalah isi sajak ini. Berhubung ini adalah yang terakhir aku tentu mau mengakhirinya secepat mungkin saja.

Kembali ke persoalan permata, sepertinya tidak mungkin yang dia maksud batu permata asli. Selain karena tidak mungkin ada permata di sekolah, anak anak angkatan ku sepertinya tidak ada yang hobi pakai perhiasan. Mungkin yang dimaksud sifatnya keras dan sombong.

Selanjutnya, tiga kalimat terakhir lebih mudah diartikan daripada teka teki lain sebelumnya. Kalau digabung semua harusnya ini merujuk pada anak angkatan ku yang sombong, pintar, tapi temennya fake? Apa benar?

Terdiam sesaat aku langsung tertawa miris, orang dengan kepribadian seperti itu sangat ga mungkin cuma satu ekor. Di zaman sekarang jenis karakter seperti itu ada sebejibun, bahkan di sekeliling ku penuh banget dengan yang namanya kemunafikan. Bagaimana aku bisa memilah milah mereka sampai ketemu satu yang benar dicari?

Ting!

Apalagi sekarang? Aku merogoh saku rok sekolahku yang masih belum kuganti sampai sekarang dan mengeluarkan hp ku. Unknown message?

Four Flowers Against Four Eagles : Abyss of Darkness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang