9

1 0 0
                                    

Bentley Arley

Secara keseluruhan, bagiku rumah tradisional Jepang tidak buruk buruk amat. Tapi untuk seseorang yang  terbiasa bekerja dalam ruangan, apalagi penuh dengan kecanggihan teknologi, tinggal di rumah seperti ini tentu adalah tantangan tersendiri untukku.

Hari sudah hampir beranjak malam dan kami belum membereskan apa apa.  Yang pasti aku bersyukur saja rumah ini tidak berdebu apalagi bau cat karena baru dibangun. Darell dan Kay sedang sibuk membuka jendela kertas dan pintu geser yang terhubung ke halaman, mengganti sirkulasi udara dalam rumah. Sedangkan si Lee sibuk naik ke atas, kuduga untuk melihat lihat kamarnya. Ketika lampu ruang tengah dinyalakan aku seketika merasa rumah kami terlihat sangat suram dan gelap dibandingkan dengan tetangga sebalah. Penuh dengan tetumbuhan dan wangi bunga, kolam ikan, apalagi dekorasinya yang bergaya tradisional memberikan kesan dekat dengan alam.

Aku segera duduk saja di meja tanpa bantal dudukan dan mengeluarkan ponsel putih itu. Di sebelahku Kay sibuk berceloteh pada Darell tentang bagaimana adanya menghias rumah tua ini.

"Kurasa model rustic akan lebih cocok untuk kita, atau mid century-modern boleh juga. "

"Meja dari tumpukan potongan kayu, tatakan dari batu kerikil, kursi rotan juga bisa. Kita juga bisa pakai lampu model lama. " balas Darell sambil menunjuk beberapa spot.

Tak menghiraukan itu aku langsung mengutak atik ponsel itu. Kurasa tak ada yang mencurigakan, hanya smartphone keluaran terbaru yang biasa dan aku pernah meretasnya, tapi kenapa, "Aneh... "

"Total ada empat kamar untuk masing masing kita, tak ada yang berbeda. " kata si berisik Lee yang sibuk menggotong sesuatu. Entah apa, aku tidak melihat.

Kini aku sibuk membuka bagian dalamnya, dan betapa terkejut nya aku.

Ponsel itu kosong.

Tak ada CPU, transistor, SIM card, RAM, apalagi baterai. Hanya ada sebuah tubuh tanpa komponen komponen nya. Refleks, aku membuka kemejaku, mengecek apakah aku salah ambil hp atau ada yang tertinggal tapi nihil.

"Ben, ada apa? " tanya Lee

Emosiku melonjak, aku langsung membanting perangkat itu ke tembok rumah tanpa peduli dia pecah berkeping keping. Ya! Pertama kalinya ada perangkat yang tak bisa kutembus karena ternyata isinya tidak ada. Tiga orang lainnya terkesiap melihatku membanting ponsel tanpa aba aba. Kay mendekati sisa pecahan itu lalu menoleh ke arahku, seolah tau kenapa aku marah.

"Apa ini? Kenapa kosong, tidak ada isinya? " tanya Darell yang sepertinya sedikit terkikik mengetahui aku gagal menemukan sesuatu.

Darahku serasa mendidih, tapi aku mencoba mengingat ingat ulang kejadian apa saja sebelum masuk rumah. Aku menyimpan benda itu dengan baik sampai berkunjung ke, "Perempuan itu! " bisikku

"Siapa? " tanya Lee

"Cewek itu! Si rambut pendek yang menyambut kita pertama di gerbang! "

"Hawwysia! " sela Darell

"Siapapun dia! " geramku, "sebelum aku berdiri waktu pulang, dia sempat menabrakku. Dan aku tidak salah ingat, tangannya berpegang pada kemejaku! "

Keadaan menjadi hening beberapa saat, kemudian ketiganya saling melirik seolah berbicara dalam pikiran. Entah bagaimana, pokoknya hal itu membuatku hilang kesabaran, "atau apa? Kalian tidak percaya padaku karena lalai dan lengah melaksanakan tugas?! "

"Tidak ada yang bilang begitu Ben! Kami hanya sedang berpikir! " Lee yang menanggapi ku pertama

"Karena aku bersumpah aku tidak menghilangkannya selama perjalanan apalagi—"

Four Flowers Against Four Eagles : Abyss of Darkness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang