Hawwysia Freya
"Iya iya, aku paham sekali. Tapi... Klien memanggil, setidaknya kita harus menyiapkan berkas berkas untuk besok–"
"Meeting nya besok?! " Godehyda menyelaku ganas sambil membanting mangkuk kecilnya di meja (yang untungnya kosong).
Aku mengangguk pasrah.
"Kamu atau... "
"Klien yang minta! " aku melirik pada Valerie yang menatapku curiga. Kalaupun bukan klien yang minta, tentu saja aku sudah akan menjadwalkan pertemuan maksimal dua hari setelahnya. Kedua gadis di depanku langsung mengeluh diam diam, seolah dengan mereka merajuk aku akan meminta pihak sana untuk mengundurkan jadwalnya. Tentunya kami akan lembur malam ini, sedangkan jarum jam sudah akan mencapai angka sebelas.
"Tidak apa apa, masih ada waktu sekitar sepuluh jam lagi sebelum deadline, itu sudah termasuk jam kita bertemu dengan mereka. " aku hanya mengangguk angguk acuh ketika Valerie dan Godehyda malah semakin melotot padaku. Sepertinya aku juga akan melewatkan makan malam hari ini.
"Dimana Eila? " tanya Val saat tiba tiba ada suara bergedebuk di sisi luar rumah.
"Beres beres kamar. "
"Sampai berisik begitu? "
"Ah! Dia kan paling rapi kedua setelah aku! Tidak seperti kalian berdua, sudah ayo kerja! " bentakku gemas sambil menyambar tas kerjaku di pojokan. Dapat kudengar dari belakang bisik bisik dua orang yang masih mengeluh dan menyumpahi ku dari belakang, tapi terserah. Kerjaan selalu pertama.
Memang aku bilang begitu di mulut, tapi hatiku sudah berkata lain. Dengan batalnya kami membahas kejadian tadi aku jadi punya waktu untuk setidaknya melihat mereka dari dekat. Aku pura pura berjalan menuju kamar, memastikan Val dan Go sudah menutup pintu geser, baru membuang segala perlengkapan ku di lantai. Kubuka pintu geser menuju taman lalu memanjat ke pohon sakura besar yang ditanam Val dulu dan melompat mulus melewati pagar rumah.
Poisisiku kamarku bisa dibilang membelakangi gunung dan hutan, jadi rimbun pepohonan menutupi cahaya bulan, itulah aku tak berharap ada cahaya di bawah sini. Aku berjalan pelan sambil menempelkan tangan di sepanjang dinding sampai aku menemukan cahaya terang dari rumah sebelah. Rumah itu, dari arsitektur sampai warnanya sama persis dengan kami, benar benar membuat merinding.
Aku hampir melangkah keluar dari bayangan rumahku sebelum terpaku pada sebuah cahaya yang dibelokkan. Menoleh, lalu menyipitkan mata aku menatap benda yang memantulkan sinar bulan itu. CCTV. Refleks, aku melangkah mundur dan menoleh ke segala arah, memastikan tidak ada satupun cctv yang mengawasi pergerakan ku. Untungnya benda itu hanya dipasang di sekitaran rumah mereka.
Aku menyeringai sinis, ternyata mereka waspada juga.
Kalau begitu akan kuikuti aturan main kalian. Aku berlagak seperti hanya ingin jalan jalan malam saja, mondar mandir sejenak di semak semak sekitar rumah seolah mencari bunga, kemudian mendekat ke belakang rumah mereka juga. Aku berjongkok di bawah batang pohon yang banyak tanaman herbal dan pura pura mengamatinya, dan terdengar sebuah suara percakapan yang tak terlalu keras.
"Ya, aku sudah memberitahu mereka meeting nya besok. "
"Aaahhh, its gonna be a long night. "
"Ngomong ngomong kau sudah melihat yang di sebelah? "
"Empat gadis itu? Mereka cukup cantik ya! "
Uhuk! Aku nyaris terbatuk saat mendengar kalimat itu diucapkan dengan intonasi malu malu. Tanpa sadar aku menarik sekuntum besar bunga nazuna dari akarnya saat sebuah suara memanggilku dari belakang. Sambil tetap berjongkok, aku menoleh santai pada (oh, sialan) Darel yang sudah berdiri di bawah lampu taman dengan baju santainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Four Flowers Against Four Eagles : Abyss of Darkness
RomanceDua tahun berlalu dari kejadian hari itu. Membuat kami berempat terpaksa pergi mengasingkan diri di negara asing, melatih semua kemampuan kami, bertemu dengan orang orang baru, 'teman teman' baru. Menciptakan kekuatan, koneksi, sekutu, dan pasukan...