Ackerley Alexander"How spoiled the child was, she looked like a five year old who had just entered the playground." kata Ben yang memandang si gadis berbaju lolita hitam putih itu.
Aku menghela napas saja sambil geleng geleng kepala. Dia yang berbuat, tapi anehnya aku yang merasa malu. Bahkan teman perempuannya yang cebol saja terlihat seperti pengasuh yang kesal pada anaknya. "Like you used to be, right? " balas ku sambil membuka hp, rupanya Kay dan Darrel sudah masuk ke dalam rumah tetangga manis kita.
"Setidaknya aku tidak seperti itu sekarang. " Ben tidak tersinggung, "lebih baik kita cepat cegat mereka lalu menyusul yang di belakang. "
Aku mengangguk, sudah dua jam kami nogkrong di tempat panas ini, mengamati tindak tanduk mereka yang hanya bermain saja.
"Itu urusanmu kalau begitu kan? " kataku sambil menyeringai. Di dalam kelompok kami, Bentley memegang posisi sebagai seorang hacker dengan kemampuan di atas rata rata. Pernah beberapa kali dia meretas masuk ke dalam jaringan Pentagon dan CIA untuk menyamarkan pergerakan kami supaya tidak terlacak. Tentunya membobol jaringan taman bermain seperti ini bukanlah masalah baginya.
Ben memutar bola matanya sambil mengeluarkan sebuah gadget tipis dengan struktur yang rumit dan tombol tombol berlambang aneh. Kami saling mengetukkan kepalan tangan. Aku merapatkan topi dan maskerku sebelum berjalan masuk ke dalam toko souvenir Sea World itu sementara Ben menyelinap ke wilayah toko yang tak tertangkap oleh cctv.
"Go! Aku kebelet nih, ke toilet dulu ya! "
"Awas saja kalau nyasar kaya dulu! " si pengasuh mendesis kejam sambil melototkan matanya lalu dibalas si anak manja dengan menggembungkan pipinya seperti ikan buntal.
"Tuh tuh, lihat tuh! Papan tanda bertuliskan TOILET, kelihatan jelas banget! Mau nyasar kemana lagi emang? "
"Entahlah, ke kolam ikan mungkin? "
Aku setuju untuk itu.
Pura pura mengamati barisan boneka hewan, menolak sapaan dari pegawai toko, aku mendekat perlahan ke arah antrian di kasir. Bersamaan dengan suara letupan listrik, seluruh lampu dalam kawasan satu kilo mati ditelan kegelapan.
Kurasa ini terlalu banyak, tapi terserah. Aku mendekat ke si gadis cebol yang sibuk menerobos barisan orang orang di pintu masuk dan menjegal nya keras. Dia mengaduh dan sempoyongan. Dengan cepat aku menyelipkan tanganku di saku bajunya dan menarik sebuah ponsel mungil berwarna putih ke dalam bajuku. Postur tubuhnya yang seolah terlatih, dia tidak jatuh dan langsung melesat keluar toko.
Aku ikut keluar dari pintu di sisi lain toko dan segera menghubungi Ben untuk keluar dari taman bermain.
Kala melewati gadis gadis itu, aku mengetahui ternyata si cebol tidak seimut penampilannya. Dia menggeram sambil menyumpahi si pencuri–notabenenya adalah aku–yang mengambil ponselnya.
"Kau dapat? " tanya Ben yang rupanya sudah berdiri di pinggir jalan, memesan taksi
"Seperti biasa. " aku menepuk saku bajuku. Ben melambaikan tangan, mengarahkan sebuah mobil kuning untuk berhenti di depan kami kemudian meluncur ke pinggiran kota.
Aku menyerahkan ponsel itu pada Ben secara diam diam sebelum laki laki itu langsung mencoba meretas kata sandinya. Kusikut perut anak itu, menggunakan 'nanti saja' karena rawan melakukannya di mobil asing. Ben mengangkat bahu sebelum menyimpan benda itu ke dalam kemejanya. Denting dari ponsel milikku sendiri membuatku menoleh, Darrel mengabarkan untuk segera datang karena dia tidak tahan dengan keadaan mereka yang seperti acara perjodohan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Four Flowers Against Four Eagles : Abyss of Darkness
RomanceDua tahun berlalu dari kejadian hari itu. Membuat kami berempat terpaksa pergi mengasingkan diri di negara asing, melatih semua kemampuan kami, bertemu dengan orang orang baru, 'teman teman' baru. Menciptakan kekuatan, koneksi, sekutu, dan pasukan...