Langit pagi ini terlihat cerah. Matahari juga sudah mulai membumbung tinggi untuk membagikan sinarnya, namun sayangnya tak ada sekumpulan burung dan suara jeleknya yang membuat panorama pagi terlihat sempurna. Jalan-jalan komplek perumahan Bina Warga masih sepi dan tak ada kendaraan yang berlalu lalang.
Kedaaan tersebut sangat berbanding terbalik dengan keadaan di dalam tiap-tiap rumah yang ribut akan suara seorang ibu yang membangunkan anaknya untuk pergi ke sekolah, atau seorang ayah yang tengah sibuk memanaskan kendaraan untuk mobilitasnya mencari nafkah, atau ada pula aduan anak yang tak terima untuk berantre kamar mandi dengan saudaranya.
Terasa menyenangkan merasakan kerusuhan rumah tangga yang sebenarnya. Walau kadang kerusuhan itu suka membuat urat nadi nyaris putus tapi yakinlah semua pemandangan itu mencerminkah betapa harmonisnya rumah tangga. Sayangnya keadaan seperti itu hanya akan menjadi mimpi untuk salah satu penghuni rumah blok D berwarna hijau. Penghuninya hanya seorang wanita dewasa yang tidak punya suami, anak ataupun saudara. Benar-benar sendiri dan tak ada yang menemani.
Maissy Prameswari adalah janda tanpa anak yang di ceraikan suaminya satu tahun yang lalu. Tadinya ia menyandang nama besar Baharudin di belakangnya yang membuat orang-orang tampak segan jika berbicara dengannya namun tapak tilas tahun lalu membuatnya harus melepaskan nama itu dengan segala fasilitas nyonya besar yang di sandangnya ketika masih menjalin hubungan romansa dengan bungsu Baharudin tersebut.
Karena tak kuat mendapat tekanan dari banyak orang yang menyayangkan perceraiannya, ia pun memilih pergi dan hidup sendiri jauh dari keluarga dan bayang-bayang keluarga besar Baharudin. Ia pun terpakasa merenggangkan jalinan silaturahmi antara keluarga mantan suaminya dengan keluarganya.
Dari sekian banyak kota di Indonedia dia memilih Yogyakarta sebagai tempatnya melanjutkan hidup. Kota yang masih memandang gaya hidup tradisional semi modern ini banyak meninggalkan kesan tersendiri untuknya. Di tempat ini ia belajar mengikhlaskan─termasuk tidak lagi menyesalkan─keputusannya setahun yang lalu. Di tempat ini ia belajar menerima keadaan dan mulai mencintai dirinya sendiri. Di tempat ini pula ia meniti kembali hidupnya mulai dari awal. Ia sudah benar-benar berdamai dengan segala yang membelenggunya di masa lalu dan hasilnya terasa lebih menyenangkan. Dia merasa hari-hari yang dilaluinya terasa jauh lebih bahagia. Seolah jiwanya lepas di tanah yang bebas.
"Mbak Maissy mau berangkat sekolah?" sapa bu Irma, tetangga samping rumahnya, yang tengah menyiram koleksi bunganya.
"Iya bu, mari saya duluan ya." Pamit Maissy ramah.
Dia senang tinggal di komplek ini. Warga sini tidak memandang buruk meski tahu statusnya sering di salah artikan oleh beberapa orang. Sekalipun ada yang tidak suka dengannya tak pernah ada satu orangpun yang terang-terangan memusuhinya.
Sebelum pindah di sini dia sudah berpindah-pindah tempat tinggal lebih dari dua kali. Alasan kepindahannya tentu saja karena dia merasa di lecehkan secara verbal tentang status jandanya yang menurut beberapa orang terasa sangat tabu. Ada yang menyindirnya tukang caper dengan warga lelaki, ada yang memfitnah dirinya sebagai wanita tidak benar, dan ada pula yang mencap dirinya sebagai wanita selingkuhan kaum ekspatriat. Awal-awal dia menyandang status janda dia banyak menangis atas ketidakadilan yang di terimanya serta banyaknya tuduhan yang dilayangkan padanya, namun kini ia sudah berbesar hati dengan itu semua. Biarlah orang lain menilai apa yang ingin mereka lihat dan dengar. Ia cukup akan menjadi baik di mata Tuhan saja.
***
"Lho bu Maissy nggak bawa motor? Saya antar saja ya." Pak Hermanto, Waka Sekolah SD Suka Maju 03, tempat Maissy memenuhi panggilan mengabdi untuk generasi muda, menawarkan bantuan yang sudah sering sekali intensitasnya. Awalnya Maissy terima sekali karena merasa tidak enak dan dia juga merupakan freshman yang tidak tahu track record pak Hermanto tapi setelah itu sikapnya semakin melunjak jadilah dengan berani─dan takut kena SP─dia menolak tawaran beliau. Selain karena risih ia pun enggan jadi pusat gosip di sekolah dengan tanda kurung sudah menggoda pak Hermanto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakuna
ChickLitLakuna; la-ku-na (kata benda kedokteran dan fisiologi) lekukan kecil, rongga di antara sel-sel atau lapisan - KBBI Lacuna; lə-'kü-nə (noun) a blank space - Merriam Webster Tajuk Lakuna bagi penulis adalah sebuah ruang kosong dalam hati kita. Ketika...