Hendri Eko Prasojo merenggut kesal setelah turun dari mobil yang dikendarainya. Dia masih belum terima di mutasi seenaknya oleh perusahaan tempatnya meniti karir selama lebih dari 6 tahun. Dia yang dianggap senior seharusnya mendapat mandat proyek di Bali tapi entah bagaimana jadinya tahu-tahu surat tugas yang tergeletak di mejanya menyebutkan bahwa ia harus mengurus proyek dan kantor cabang yang ada di Yogyakarta. Ketika dia menyampaikan protes keras kepada atasannya, beliau beralibi kondisi kantor Yogya sudah tidak kondusif dan hanya Hendri yang bisa di andalkan oleh dewan direksi.
"Yang bener aja deh Mas. Masa gue harus ke Jogja. Lo tahu sendiri kan mantan bini gue tinggalnya di Jogja." Protes Hendri sore itu begitu dia menerima surat tugas dari bagian personalia.
"Lo masih belum move on?"
"Ini bukan masalah move on nggak move on. Gue cranky aja kalau suatu hari ketemu dia secara random. Gila aja dia udah punya anak dan gue masih gini-gini aja. Harga diri gue mau di taruh mana coba." Hendri mencoba memberi alasan yang logis dan memang itulah alasan sebenarnya dia tidak mau di tugaskan di Jogja. Bukan karena alasan tidak ikhlas atau gagal move on. Dia sudah meninggalkan jauh masa lalunya.
"Di pantat. Coba gue mau tanya, menurut lo siapa yang membuat lo bisa lolos seleksi manager padahal lo masih bawang kencur disini?"
"lo"
"Dan gue itu siapa lo?"
"Yang terhormat general manager kita, Wisnu Broto Seno."
"Gue tarik kesimpulannya berarti gue ini adalah atasan lo. Dan atasan lo ini nyuruh apa ke lo?"
"DL di Jogja."
"Sampai sini lo paham kan?"
"Taik lo mas. Pokoknya ini project terakhir gue. Setelah ini gue resign."
"Yang bener aja lo Hen, denger─"
Hendri belum sempat mendengar keseluruhan pembicaraan yang akan di sampaikan mas Wisnu, atasannya, dia keburu membanting pintu kaca itu. Untung saja tidak sampai pecah atau kalau tidak dia bisa tekor di tambah kena amuk mas Wisnu yang bisa berubah jadi pendendam tujuh turunan.
Hari ini adalah awal kepindahannya. Dia sudah di berikan fasilitas hunian kelas menengah serta sebuah mobil Daihatsu Xenia untuk transportasi selama ia dinas di kantor cabang Jogja. Tugas utamanya adalah menyukseskan proyek pembangunan Rumah Harapan yang nantinya akan di proyeksikan untuk hunian warga kelas menengah ke bawah dengan DP 10% dan KPR yang tidak ada apa-apanya ketimbang KPR di Jakarta. Proyek ini di perkirakan akan memakan waktu pembangungan satu tahun. Membayangan ia akan tinggal di langit yang sama dengan mantan istrinya selama itu entah kenapa membuat Hendri sudah tidak bersemangat. Demi Tuhan... dari 93 kota di Indonesia kenapa harus Jogja yang jadi pengungsiannya, keluhnya dalam hati.
Hari buruk seperti merelat dengan Hendri akhir-akhir ini. Sudah dia di pindahkan sesuka hati, hanya dapat tunjangan mobil xenia, kali ini bertambah lagi kesialannya ketika Reza─rekan kantor di bagian operasional─malah menyewakan hunian jenis perumahan yang bertempat di pemukiman warga. Hendri paling benci harus mendapat hunian jenis perumahan karena birokrasi yang ribet dan adanya peraturan yang harus di taatinya seakan dia adalah bagian dari warga situ padahal dia hanya pengungsi. Dia lebih nyaman jika memakai tipe apartemen atau studio yang cenderung bebas dan tidak repot. Dengan tidak sabar dia menghubungi Reza yang Hendri yakin saat ini tengah bersantai-santai karena dia sudah membabat segala urusan perusahaan.
"Za lo kasih gue rumah? Yang bener aja lo!"
"Yoi bro. Lo kan lama disana kalo sewa apart kemahalan nah kebetulan banget kan pas gue search kontrakan nemu harga murah. Lumayan kan buat press budget bro." dengan entengnya Reza berkata tanpa tahu Hendri sudah ingin mengirimkan santet untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakuna
ChickLitLakuna; la-ku-na (kata benda kedokteran dan fisiologi) lekukan kecil, rongga di antara sel-sel atau lapisan - KBBI Lacuna; lə-'kü-nə (noun) a blank space - Merriam Webster Tajuk Lakuna bagi penulis adalah sebuah ruang kosong dalam hati kita. Ketika...