Hening, suasana mendadak hening setelah Vano mengucapkan itu.Tasya hanya menatap datar ke arah Desi, yang sedang memasang wajah sombongnya.
Sedangkan Naura dan Meisya, tersenyum sinis.
"Gue emang bukan cewe alim asal lo tau, gue emang sering ngomong kasar, terus bedanya sama cewe di samping lo itu gimana, dan lo mikir gak, lo ke sekolah sama cewe lain."
Vano yang tadinya menatap dingin ke arah Naura dan Meisya, segera melembutkan tatapanya ke arah Tasya, setelah bersuara dengan nada datar.
"Asya bukan gitu maksud aku, aku gak enak sama guru guru yang ngeliat ini, kalo masalah aku kesekolah itu atas perintah bokap dia Sya, aku juga ga pengen ada di posisi ini."
"Halah, suruh tuh temen kecil lo kalo ke sekolah pakek baju yang bener, emangnya emak dia gak bisa beliin baju yang bener apa."
"Naura udah, biarin aja mereka intropeksi diri, lagian dia udah gede gak perlu manja lagi, kita kan engga munafik, kek dia yang sok alim kelakuan kayak setan." Dengan masih nada datar, Tasya sekuat tenaga tak menintikan air matanya melihat Vano yang mengusap lengan Desi.
"Tasya aku tuh gak suka kamu kayak gini, kemana kamu yang lemah lembut itu hah?!" Meisya yang tak trima Sahabatnya di bentak langsung menampar pipi Vano sehingga membuat Vano menoleh ke samping.
"Kamu tanya dimana sifat aku yang lemah lembut iya?!, terus dimana sifat kamu yang dulu sebelum ketemu Desi, kamu mikir gak pas kamu nampar aku di depan dia, sakit Vano sakit, kamu ngira aku semudah itu memaafkan kamu hah, ayah aku aja ga pernah nyakitin aku barang sedikit pun."
Mereka semua yang ada di parkiran merasa terkejut mendengar Vano yang sempat menampar Tasya yang notabetnya kekasihnya sendiri.
Vano yang sadar saat melihat mata Tasya yang berkaca kaca, ingin mendekat tapi di hindari oleh Tasya.
Sehingga suara milik Bima dan Genta mencairkan suasana yang agak tegang ini.
"Aduh mama e, ada gadis baju ketat bikin saya terpanah, liat dia menggoda pacar orang, bikin gue pengen muntah." Bima bernyanyi dengan lirik yang di ganti membuat mereka tertawa.
"Weh weh, ada apa nih rame rame lagi nungguin pangeran Genta ya, aduh makasih para pens."
Bima segera menendang pantat semok si Genta dengan tak berperasaan, sehingga mereka semakin tertawa melihatnya.
Berbeda dengan Tasya yang hanya memasang wajah datar yang di layangkan ke arah Vano, yang memasang wajah bersalahnya.
"Najis banget sih lo Gen, yang udah pasti mereka tuh nungguin gue yang gantengnya tiada tara." Genta yang merasa pantatnya panas segera menjambak rambut Bima dengan kesal.
"Eh anjrot woi, rambut gue woi, syalan lo gen, ini tuh jambul yang bikin Meisya klepek klepek sama gue." Genta semakin mengeratkan pegangan di rambut Bima membuat Bima semakin berteriak histeris.
"Heh lo berdua bisa diem ga sih hah, Vano anterin aku ke kelas yuk, disini banyak kuman." Genta langsung melepaskan cekalandi rambut Bima setelah mendengar seorang gadis bersuara.
Bima pun begitu, mengkerutkan dahinya, mendapati gadis asing yang sedang glendotan dengan Vano, dan aneh Vano hanya diam saja.
"Idih lo bilang kita kuman, terus lo apa virus pelakor kah?" Meisya tersenyum bangga melihat Bima yang mengatakan itu, setelah sifat anehnya yang beberapa menit terjadi.
Desi semakin memerah mendengar itu, kenapa semua orang menyalahkannya, disini yang harusnya di permalukan kan Tasya bukan dirinya.
"Diem ya lo cowok berjambul katulistiwa, gue ini sahabt kecil Vano, dan lo pada berhenti ngetawain gue."
Bukanya merasa takut, mereka malah semakin tertawa mendengarnya.
Meisya yang tak suka dengan Cewe menor ini apalagi sampai mengatakan jambul milik pacarnya di hina, langsung mengeluarkan sinar laser nya dari mata.
"Lo ngatain jambul pacar gue, tapi gak introspeksi diri, terus apa bedanya sama baju kekurangan bahan lo." Sinis Meisya, tak lupa dengan Bima yang sudah senyum terkagum.
"Cukup Mei, bisa ga sih lo semua diem hah, bubar lo pada, lo kira ini ajang pencarian jodoh! " Teriak Vano membubarkan semua siswa siswi yang menonton perdebatan mereka.
"Desi udah gausah di bales, gue anter lo ke ruang kepala sekolah." Ucapan Vano, membuat Tasya, Naura, Meisya, Bima dan Genta, menatap tak percaya kearahnya.
Dengan pandangan lurus, sama sekali Vano tak menoleh ke arah Tasya yang menatap dirinya dengan pandangan yang sulit di artikan.
'Jadi gini rasanya, padahal ini baru di awal tapi udah sakit.' gumam Tasya dengan mata yang memanas.
Naura yang tau situasi segera menarik tangan Tasya dan Meisya untuk pergi ke kelasnya.
"Eh woi pacar gue mau lo bawa kemana." Teriakan Bima tak di gubris oleh mereka.
*******
Entah kenapa perasaan Tasya dari tadi pagi masih tak enak, tumben sekali Vano mau jauh jauh darinya, atau Vano emang udah bosan dengan nya?, tapi berusaha Tasya berfikir positif.
Meisya yang tak mau Tasya memikirkan perlakuan Vano tadi, segera mengambil laptop yang sering dibawanya.
"Udah ah gausah pada galau, mending nge drakor yok, gue gak sabar ngeliat suho." Ucap Meisya, yang di angguki dengan semangat oleh Naura.
"Yok ah, gue juga ga sabar ngeliat Seojun, aaaaa padahal umurnya udah 29 tapi kayak masih SMA." Ucap Naura dengan histeris yang mengundang tatapan sinis ke arahnya.
"Apa lo mau gue colok tu mata satu satu hah." Ucap Naura dengan berkacak pinggang.
Tasya tak terlalu memikirkan itu, fokusnya hanya kepada Vano, sungguh resah hati ini tanpa nya, memikirkan dia, selalu tentang diaa, yang memberi indahnya cinta. Anjim malah nyanyi.
Mungkin benar kata sahabatnya, dirinya akan menonton drakor saja, untuk mengalihkan pikiranya yang kacau.
********
Di sepanjang koridor, banyak yang menatap Vano dengan Desi bingung, ada hubungan apa mereka berdua sehingga sampai berpegangan tangan.
Vano yang tak sadar masih menggenggam tangan Desi, hanya menatap kosong ke depan.
Apa emang benar kata Tasya, dirinya berubah hanya karna kedatangan Desi, namun dirinya juga menyadari kalo hubungan dirinya dengan Tasya mulai merenggang.
Desi yang sudah merasa mereka sampai di depan ruang kepala sekolah langsung menanyakan Vano "Eumm, Van, udah sampe loh, lo ga mau ngelepas genggaman tangan gue gitu"
Reflek Vano segera menghempaskan tangan Desi dengan kasar, tak memperdulikan rintisan Desi.
Dirinya akan pergi ke marka, mumpung dirinya sangat jarang pergi kesana, mungkin Bima dan Genta sudah tiba disana, dirinya ingin melupakan sejenak masalah ini, nanti malam mungkin dirinya akan ke rumah Tasya untuk meminta maaf.
"Dasar Vano, coba aja gue ga bilang kalo udah sampe, mungkin sekarang gue masih gandengan sama dia." Dengus Desi dengan kesal, tak lama dirinya mengetok pintu ruang yang bertuliskan kepala sekolah.
___________________° ͜ʖ ͡ -_______________
Eyo gue kambek jangan lupa vote please, susah ya minta vote dari kalian?
Udah sih itu aja, kalo ga mau juga ga papa.
Thnks.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Boy Childish
Fiksi RemajaSebelum atau sesudah baca, budayakan vote! Jangan lupa follow akun wp ku. _________________________________________ "asya aku ga suka ya kamu deket sama juna-juna itu" sambil menghentakan kakinya, Vano mengerucutkan bibirnya menanda dia sedang ngam...